tag:blogger.com,1999:blog-47211053742353800702024-02-07T03:02:21.670-08:00RENUNGAN KRISTIANIAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.comBlogger325125tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-33064085976413961282012-10-31T19:46:00.000-07:002012-10-31T19:46:11.012-07:00SI PEMBUAT ONAR<span style="color: blue;">Joni geram sekali kepada Endro dan Sigit, teman satu kelasnya. Kedua anak ini sangat nakal dan seringkali berbuat onar di kelas.
Mereka sering meminta uang dengan paksa, menyontek saat ulangan dengan disertai ancaman. Semakin hari kelakuan mereka semakin keterlaluan, karena tidak seorangpun dikelas yang berani menegur mereka. Suatu hari, kedua anak ini katauan oleh Guru sedang memeras uang saku seorang teman perempuan. Keduanya dihukum menyikat kamar mandi dan WC sekolah. Kemudian Guru menyuruh kedua orang tua Endro dan Sigit untuk datang kesekolah besok paginya. Kemudian dengan kejadian ini mereka berdua jera dan tidak mau berbuat nakal lagi kepada teman-temannya.
Biasanya di setiap sekolah ada satu atau dua anak yang berkelakuan kurang baik sepeerti Endro dan Sigit, dan tidak ada seorangpun yang berani menegur dan melaporkannya kepada guru disekolah. Apakah disekolahmu ada anak-anak yang seperti ini? Terus apa yang harus kita pernuat, ya???
Firman Tuhan berkata bahwa setiap orang yang berbuat jahat pasti mendapat ganjarannya, karena mata Tuhan memperhatikan perbuatan setiap orang. Yang harus kita lakukan adalah mendoakan supaya mereka berubah. Tuhan lebih tahu cara yang terbaik untuk membuat anak-anak yang nakal bisa jera dan berubah menjadi anak-anak yang baik. Kamu juga bisa mengajak teman-temanmu untuk berdoa bersama-sama. Jika kamu melihat perbuatan mereka jahat, tegurlah dalam kasih. Jika perbuatan mereka sudah keterlaluan, jangan ragu untuk melaporkan kepada Guru atau orang tuamu.
</span><span style="color: red;">Sungguh orang jahat tidak akan luput dari hukuman, tetapi keturunan orang benar akan diselamatkan. Amsal 11:21 </span>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-68084500102920916392012-10-29T10:13:00.003-07:002012-10-29T10:13:44.112-07:00TIDAK SELAMANYA KATOLIK ITU “MENJAMIN” (Suara dari Sanggau)
19 Oktober sekitar jal. 23.30 wib, saya bersama kontingen OMK Keuskupan Agung Samarinda (KASRI) mendarat dengan selamat di bandara Supadio Pontianak setelah mengalami delay sekitar 3 jam di bandara Soekarno Hatta Jakarta dikarenakan ada pesawat Lion Air yang tergelincir di bandara Supadio Pontianak. Dari bandara kami disambut oleh panitia IYD 2012 Sanggau (Indonesian Youth Day) Pontianak dan langsung menuju Gedung pertemuan yang tidak jauh dari bandara Supadio sebagai tempat registrasi pertama dan pertemuan awal seluruh kontingen dari setiap keuskupan di Indonesia. Sekitar 30 menit melepaskan penat, bertemu dan registrasi dalam euforia darah dan semangat anak muda, perjalanan kembali kami lakukan menuju Sanggau dan selanjutnya menuju paroki Hati Kudus Yesus Rawak tempat kontingen OMK Kasri melaksanakan live in sebagai proses awal IYD.
Perjalanan yang cukup melelahkan di tengah gulita dan ruas-ruas jalan yang rusak parah menjadi “santapan” rohani tersendiri buat kami kontingen OMK Kasri yang datang di IYD Sanggau dengan membawa tema; “Menyelamatkan Bumi, Hidup Hijau” sebagai langkah awal mengajak teman-teman OMK seluruh Indonesia sebagai 100 0/0 Katolik yang mewujud dalam kepedulian dan penyelamatan Lingkungan Hidup sebagai Indonesi 100 0/0. Perjalanan yang melelahkan menuai keprihatinan ketika mentari pagi menyapa sisi-sisi kehidupan kota Sanggau yang penuh ditumbuhi kelapa sawit. Pemandangan gundul membingkai tanah-tanah adat, dan rumput-rumput gersang menjadi pengganti rimbanya hutan Kalimantan berabad-abad silam.
Perjalanan panjang diiringi letih yang membahagiakan di tengah duka alam, mengantarkan kami di pelataran Paroki Hati Kudus Yesus Rawak sekitar pkl. 11.00 wita siang. Setibanya di Rawak, kami disambut oleh dengan penuh cinta keakraban oleh umat, OMK Paroki Rawak dan para Pastor yang diawali dengan penyambutan secara adat yang dilanjutkan dengan santap siang bersama serta perkenalan. Pertemuan awal yang sangat membahagiakan karena keakraban langsung terbangun di antara kami OMK Kasri dan OMK Paroki Rawak serta Paroki Nanga Mahap. Keakraban kemudian kami lanjutkan pada malam harinya dalam doa rosario bersama umat di tiga kring (Kring Rawak Hulu, Kring Pasar dan Kring Rawak Hilir) yang menyambut kami dalam suasana keakraban penuh persaudaraan yang tak pernah terlupakan.
Di ketiga kring setelah doa rosario ditemani minuman tuak khas Dayak Kalbar, kami berkisah tentang hidup sebagai masyarakat adat Dayak yang kini kedaulatannya semakin tergusur oleh perkebunan kelapa sawit berskala besar yang memecah belah orang Dayak dan merebut lahan serta tanah mereka atas nama uang dan kekuasaan. Keprihatinan lahir ketika suara-suara kisah itu berkata; kami tidak punya kekuatan menghadapi kekuatan dan kekuasaan kaum penguasa dan kapitalis yang nota bene adalah Katolik juga.
Sukacita diselimuti keprihatinan kembali kami alami ketika berada di tuju stasi Paroki Rawak tempat kami melaksanakan live in. Masalah dan keprihatinan berhubungan dengan keserakahan penguasa dan pengusaha kepala sawit berskala besar yang menyerobot lahan masyarakat adat secara paksa, hingga masalah pendidikan dan diskriminasi HAM seperti di stasi Tebilang Mangkang yang merupakan kelompok masyarakat Adat Dayak harus menerima perlakuan diskriminatif karena PLN tidak masuk ke wilayah mereka meski tiang-tiang PLN sudah ada, namun ada syarat, pihak warga harus membayar biaya PLN kepada pihak perusahaan kelapa sawit. Kenyataan ini memperihatinkan karena terjadi perselingkuhan antara penguasa dengan perusahaan karena CSR yang sejatinya untuk masyarakat justru sebagai upeti bagi penguasa yang telah membangun konspirasi PLN bisa masuk ke wilayah Tebilang Mangkang kalau masyarakat bersedia membayar biaya PLN kepada pihak perusahaan. Belum lagi satu keprihatinan terobati, duka kembali kami jumpai ketika banyak hukum dan aturan adat semakin lama semakin hilang terbawa arus perkembangan zaman.
Berhadapan dengan situasi duka di tengah masyarakat adat Dayak Kalbar yang kami jumpai di wilayah paroki Rawak, suara kami tak letih untuk menyampaikan pesan pertobatan; bangkit dan berjuang mempertahankan tanah adat, bangkit dan berjuang menghidupkan aturan dan hukum adat sabagi senjata menjaga dan melindungi hutan, tanah dan air menuju kelestariannya. Hingga di ruang pertemuan bupati kabupaten Sekadau yang disi oleh kontingen Kasri, Keuskupan Bandung dan Manado suara perlawanan dan pesan kepedulian kusampaikan pada bapak bupati Sekadau yang adalah seorang Katolik agar bersama Gereja dan masyarakat adat membangun konsolidasi penyelamatan kedaulatan masyarakat adat Dayak atas tanah, air dan hutan dengan mulai menghidupkan kembali hukum dan aturan adat dan menunjukan keberpihakan pada masyarakat adat.
Berhadapan dengan kerpihatinan ini; aku ingat akan sebuah ajaran Katolik; “Di Luar Gereja Katolik, tidak keselamatan”. Betul dan benar ketika ajaran ini untuk memperkuat iman kekatolikan, tetapi ketika mewujud dalam tindakan nyata, bagaimana keselamatan yang hanya ada di dalam Gereja diperkosa oleh oknum-oknum penguasa Katolik yang berselingkuh dengan kapitalis untuk menghancurkan tata keselamatan di tengah masyarakat adat Dayak yang tidak lagi memiliki kedaulatan atas tanah, air dan hutan. Kenyataan keprihatinan yang kami alami dan temukan di tengah masyarakat adat Dayak Kalbar yang diperkosa oleh tangan-tangan tak beradab termasuk oknum penguasa Katolik menyadarkan saya; TIDAK SELAMANYA SEORANG PENGUASA YANG BERAGAMA KATOLIK MENJAMIN AKAN MENJADI PEMBAWA KESELAMATAN KETIKA UANG DAN KEKUASAAN MENJADI TUJUAN KEKUASANNYA... demikian sepenggal suara kami OMK Kasri dari Sanggau yang datang ke Sanggau dengan membawa tema Penyelamatan Bumi, Hidup Hijau.
Salam Hijau dari Sanggau
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-56095707708846844672012-10-04T09:46:00.002-07:002012-10-04T09:46:25.185-07:00JALAN MENUJU PERDAMAIAN ITU KEJAM: TAPI JANGAN MUNDUR !!Jalan menuju perdamaian itu kejam, mungkin itu yang bisa mewakili perasaan saya dengan teman-teman pergerakan. Sms-sms teror, penolakan resmi dari pejabat kecamatan dan desa serta “p
engadilan” dari sekelompok masyarakat yang langsung menunding kami sebagai provokator, curiga dan pengintaian gerak gerik seperti sudah menjadi rekan seperjalanan menyertai perjalanan kami setiap kali nurani menuntun kami untuk masuk membawa segelas kedamaian menjenguk ruang-ruang hati masyarakat adat yang sedang kalut dalam cekam ketakutan akan kehilangan tanah adat mereka oleh tangan-tangan rakus.
Bahkan tidak ragu menuntutku untuk melepaskan jubah imamatku jika tidak sanggup lagi dari pada memperovokasi masyarakat atas nama gerakan perdamaian dan keadilan bersama masyarakat adat demikian, suara itu menudingku dihadapan Hirarki Gereja Lokal. Kutanggapi dengan jiwa besar meski tangisan jiwaku berteriak menantang dan menentang suara tuding kemunafikan mereka bahwa bukan karena imamatku, kuhadir berjuang dan bergerak bersama masyarakat adat demi damai di tanah mereka, tapi karena kedamaian adalah nilai tertinggi dari peziarahan umat manusia.
Dalam keluarga atau komunitas dan Gereja sekalipun kita alami. Menjadi pembawa perdamaian yang dengan tegas menolak praktek kekerasan psikis, praktek kroni, praktek ketidakadilan di dalam keluarga, komunitas dan Gereja berarti harus siap menghadapi penolakan dan penyingiran dari sekelompok oknum dan siap menerima setumpuk surat isu negatip dalam hidup kita. Kesalehan doa dan ketekunan mengikuti misa tidak menjamin semua insan yang menamakan diri Katolik menjadi sosok merpati yang membawa ketulusan melainkan malah lebih banyak yang menjadi “serigala” di dalam keluarga, komunitas dan Gerejanya. Itu adalah kenyataan dan tidak bisa dihindari apalagi ditolak namun kita tidak perlu mundur apalagi terlambat untuk menjadi pelaksana dan pembawa perdamaian bukan sekedar kata dan bukan sekedar doa karena Yesus sendiri bersabda; Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala (Luk 10:3). Serigala itu begitu dekat dan bahkan rekan sepeziarahan iman kita yang setiap saat bisa memangsa kita lewat isu berbisa gosip, lewat keegoisan beracun yang menuding bahkan menyingkirkan jiwa tulus insan yang datang membawa kedamaian dan perdamaian bagi jiwa-jiwa dan manusia.
Seringkali karena kejamnya jalan perdamaian harus berhadapan dengan “serigala-serigala saleh” dalam keluarga, komunitas dan Gereja membuat kita takut, mundur bahkan parahnya lagi kita menjadi manusia paling terlambat untuk hadir membawa perdamaian bahkan merasa cukup dengan doa, sedang di luar sana sudah banyak korban yang tercerai berai. Doa menjadi kekuataan bagi kita pembawa perdamaian dan mohon kekuatan dariNya untuk umatNya, namun harus diingat bahwa jangan sampai satu untai doa kita belum selesai, sudah sepuluh jiwa manusia yang menjadi korban keegoisan dan kesombongan oleh karena menjadi serigala bagi jiwa manusia yang lain.
Jalan meretas perdamaian menjadi pembawa dan pelaksana perdamaian harus diakui melewati kejamnya kehidupan karena kita memang harus berhadapan dengan “serigala-serigala saleh” Tapi untuk itulah kita diutus seperti Yesus mengutus ke-72 muridNya berdua-dua untuk membawa dan menghadirkan kedamaian agar menyertai jiwa manusia ke seluruh penjuru dunia. Memang kejam jalan mewartakan dan melaksanakan perdamaian, namun JANGAN MUNDUR, karena jika mundur atau terlambat maka geliat Sodom dan Gomora dalam keluarga, komunitas, masyarakat dan Gereja yang sudah mulai nampak akan menjadi semakin nyata bahwa sejatinya kita memang menghendaki keluarga, komunitas, masyarakat dan Gereja kita menjadi Sodom dan Gomora oleh karena keegoisan dan rasa takut kita untuk menjadi pelaksana Perdamaian hari ini. JALAN MENUJU PERDAMAIAN ITU KEJAM: TAPI JANGAN MUNDUR !! Karena St. Fransiskus telah menunjukan dan mengajarkan teladan kepada kita sebagai Utusan Kristus membawa dan melaksanakan perdamaia. Salam
Geliat Nurani Kemanusiaan di bisingnya Jl. Jend. Sudirman
PW. St. Fransiskus dari Asisi
Lie Jelivan msfAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-49066559041952010212012-10-02T22:31:00.000-07:002012-10-02T22:31:02.215-07:00PEREMPUAN ITU DI TERAS GEREJAKUDi teras gerejaku duduk perempuan setengah baya, tertunduk dan membiarkan rambutnya yang terurai menutupi wajahnya. Hiruk pikuk anak-anak yang bermain di halam gereja seakan tidak dihiraukan. Ia diam dalam kesibukan fikirannya ditopang kedua tanganya yang menyangga dakunya sambil menutup roman wajahnya. Sementara butiran air matanya jatuh satu-satu membasahi teras gerejaku persis di depan tempat mendudukan raganya.
Pakaiannya lusuh, tubuhnya kurus seakan sedang menyimpan segudang duka mengharu biru sukmanya. Sapaan setiap insan, kaumnya seakan tak didengarnya. Ia diam dalam bisu ditengah hiruk pikuk jalanan memecah keheningan jalan A. Yani alamat gerejaku. Aku kaget saat menatapnya ketika kuhendak mengambil motorku yang kuparkir di sudut gerejaku. Nurani seakan menegurku untuk bertamu padanya. Namun akalku seakan menundaku untuk tak menyapanya. Semakin akalku menggodaku, semakin kuat suara kalbuku mengajak dan menuntunku untuk mampir di hadapannya.
Langkahku tak bisa kuhentikan, kidung dukanya seakan merasuk bilik jiwaku untuk mendatanginya. Kumatikan mesin motorku, kuletakan helm di atas jok motorku dan kumelangkah menjenguk ruang jiwanya yang sedang berkabung. Saat tepat di depannya, aku menyapa lembut; bu...bu.... Suara sapaku seakan menyapa kekosongan ruangan dan hanya gema suaraku yang kudengarkan. Kusapa lagi...bu...bu...aku pastor Kopong...Perlahan ia membua tanganya yang sejak tadi menutup rupanya kusut dan menganga auranya yang bengkak oleh tangisan dukanya di teras gerejaku. Ia lalu memandangku, meski riak-riak kecil tangisannya masih kudengar, suara sesenggukan menyesakan rongga dadanya masih menggema di ruang jiwanya. Ia memandangku sambil menyapa tanpa suara sukacita, lembut halus ditengah bising jalanan...iya...pastor...uangkapnya.
Kubertanya padanya penuh empati, bu maukah kita bicara di ruang tamu pastoran? Dia memandangku dan mengganggukan kepala tanda setuju. Berdua berjalan menuju ruang tamu pastoran, dan kuambilkan segelas air putih kuberikan kepadanya untuk memberikan kekuatan atas dahaga jiwa yang letih oleh duka. Setelah kurasakan situasinya cukup tenang, kubertanya bu...mengapa ibu menangis dan sepertinya ibu sedang mengalami duka yang dalam. Iya pastor demikian jawabnya dalam isak. Perempuan di teras gerejaku yang kini sedang berhadapan roman denganku di ruang tamu pastoran berkisah dalam ratap pilu, pastor sudah dua kali aku dilecehkan oleh bapak mantuku sendiri, payudaraku diremas. Ketika kusampaikan kepada suamiku, suamiku tidak ada respon bahkan bersama keluarganya menunduh aku memfitnah. Beberapa kali aku ditelp oleh bapak mantuku untuk melakukan hubungan layaknya suami istri namun selalu kutolak, sayang hpku tidak bisa untuk merekam suarany sehingga aku tidak punya bukti kuat.
Tertunduk malu bagai ditampar oleh ibuku sendiri yang hadir dalam litani duka perempuan di gerejaku itu. Malu atas kaumku yang memandang perempuan di gerejaku itu sebagai panggung melepaskan nafsu birahi dan tanpa pernah berpikir, rahim perempuan di teras gerejaku itu adalah kehidupan yang melahirkan kehidupan. Aku semakin sakit, ketika nada-nada tragedi di balik suara sendunya berkata; sudah dua hari ini aku tidur di toko tempat aku bekerja karena aku takut pulang diperlakukan tidak benar oleh bapak mantuku yang telah kuanggap sebagai bapakku sendiri. Kini aku datang di teras gerejaku ini, kutangisi diriku, kuratapi hidupku sambil berdoa, semoga tidak ada lagi noda menodai kaumku...tidak ada lagi tangan buaya yang mencakar penuh nafsu di tubuh kaumku. Lantaran tubuh kaumku adalah nyanyia pujian pada Sang Khalik seperti Magnificat sang Bunda Gereja.
Perempuan itu di teras gerejaku...dalam sendu meratap duka menitipkan satu pesan; bertobatlah dan ukirlah bulan Rosario ini dengan meneladan Bunda Maria dan Santo Yoseph yang menghargai raga kaum perempuan sebagai kidung pujian bersama Kidung Maria pada Sang Pencipta. Setelah kuterima pesan, di teras gerejaku, perempuan itu menyampaikan salam pisah besok baru disambung lagi...Selamat Merenung....
Ketenangan Groto Gang Musafir Banjarbaru
Berziarah bersama Bunda Maria, 03 Oktober 2012
Lie Jelivan msfAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-77095607943311157812012-10-02T22:29:00.002-07:002012-10-02T22:29:21.421-07:00Mengenai ASAL USUL ROSARIO:
Salah satu tradisi mengisahkan bahwa Rosario berasal dari Santo Dominikus Guzman sekitar tahun 1221.
Santo Dominikus menjelajahi Prancis selatan untuk berkhotbah melawan bidaah Albigenses, yang mengingkari kebaikan barang ciptaan. Mereka menyatakan bahwa roh itu baik, tapi barang-barang ragawi (termasuk tubuh) itu jahat.
Pepatah yang lazim beredar di kalangan Albigenses adalah, “tubuh adalah suatu kuburan.” Pepatah ini mengajarkan bahwa kebebasan sejati baru diperoleh kalau orang dibebaskan dari tubuh. Bidaah ini juga mengajarkan juga bahwa di alam ini ada dua makhluk tertinggi: roh-baik yang menciptakan dunia roh, dan roh-jahat yang menciptakan dunia materi.
Karena materi itu menurut orang-orang Albigenses jahat, maka perkawinan dan kelahiran anak adalah jahat. Mereka tidak mengakui Yesus sebagai manusia, dan Maria pun tidak diakui sebagai bunda Allah; maka aliran Albigenses mengingkari kemanusiaan Kristus.
Penyaliban dan kebangkitan Yesus hanyalah khayalan belaka, dan seluruh gagasan tentang salib di dalam kehidupan kristiani ditolak.
Alkisah, Maria datang kepada Santo Dominikus dan memberi dia Rosario untuk memerangi bidaah ini.
Apa pun makna historis dari cerita ini, kenyataannya adalah bahwa kalau kita mengamati struktur Rosario – Peristiwa Gembira (kelahiran dan masa kanak-kanak Yesus), Peristiwa Sedih (sengsara Yesus). Dan peristiwa Mulia (kebangktan ragawi dan kenaikan Yesus ke surge serta pengangkatan Maria ke surga) – Anda melihat kebijaksanaan Maria dalam memerangi ajaran bidaah itu, yang muncul juga dalam abad kedua puluh ini.
Aliran Albigenses, seperti banyak omong-kosong religius dewasa ini, mengingkari bahwa dalam Kristus keilahian dan kemanusiaan saling berjalinan.
Bertentangan dengan dualisme ini, doa Rosario terus-menerus memusatkan perhatian pada realita inkarnasi.
Maka, misalnya, pada saat mendaraskan doa Salam Maria yang berbunyi,
“Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuh-Mu, Yesus.”
Kata-kata ini mengungkapkan iman kita bahwa Allah Putra sungguh menjadi manusia seperti kita.
Maka Santo Dominikus menjelajah desa-desa dan memaklumkan kepada mereka misteri-misteri keselamatan dan kemudian berdoa Salam Maria.
Salam Maria merupakan “Bingkai di mana dirajut permenungan tentang misteri-misteri Rosario.” Sungguh, pada Salam Maria inilah kita merajut kehidupan Kristus dan renungan tentang Yesus, Allah-Manusia.
Maka Rosario berkembang bertahun-tahun sampai, pada 1569, Paus Santo Pius V secara resmi mengesahkannya dalam bentuk yang sekarang ini.
Orang-orang mungkin akan bertanya, “1569!? Bukankah Rosario sudah ada jauh sebelumnya?”
Sehubungan dengan ini, kita harus mengingat penegasan Kardinal John Henry Newman dalam Essay On the Develepment of Christian Doctrine. Ia berkata bahwa Allah telah memberi kita kebenaran, tetapi dari tahun ke tahun pemahaman Gereja tentang kebenaran itu bertumbuh dan berkembang.
Memang tidak ada pewahyuan baru; yang ada hanyalah bertumbuhnya pemahaman kita tentang apa yang telah diberikan Allah kepada kita, dan Rosario adalah salah satu ungkapan besar pertumbuhan Tradisi (dengan huruf "T" besar)
Sesungguhnya, gagasan tentang pertumbuhan dan perkembangan bukanlah penemuan Kardinal Newman. Ia memperolehnya dari Tuhan kita, yang berkata,
"Hal Kerajaan Surga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar daripada sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon kecil, sehingga burung-burung di udara datang bersarang pada cabang-cabangnya." (Mat 13: 31-32)
Setiap ajaran bertumbuh seperti biji sesawi, dan Allahlah yang memberikan daya pertumbuhan. Tetapi sesawi itu sendiri tidak pernah berubah. ~ Disadur dari tulisan Hahn & Suprenant (Catholic for a reason II)
*"Deo Vindice!"--"(Dengan) Tuhan sebagai Pelindung (Kita)."
[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. ~Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi, II, 2, 2]
*Motto Konfederasi Amerika.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-15535348095294835402012-10-02T17:42:00.002-07:002012-10-02T17:42:33.026-07:00"PIKULLAH SALIBMU SAMBIL MENGIKUTINYA"Renungan Pagi:
Rabu, 3 Oktober 2012
Injil: Luk 9: 57-62
"Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya,...biarkanlah orang mati menguburkan orang mati,...dan orang yang siap membajak tapi menoleh ke belakang, tidak layak bagi-Ku," adalah apa yang harus dilakukan dan akan dihadapi oleh setiap pengikut Kristus dalam hidupnya. Pengalaman salib (derita), ditolak dan diancam, bahkan keberanian untuk meninggalkan apa yang kita cintai demi Kerajaan Allah akan selalu menjadi tantangan bagi setiap orang untuk membuat keputusan.
Pagi ini, kudatangi para sahabat dan menguatkanmu lewat yang satu ini: "Ingatlah bahwa sesaat ketika engkau memutuskan untuk menjadi pengikut-Nya, maka jalan berliku dan derita dari taman Getzemani menuju Golgota siap menantimu." Akan tetapi, inilah kekuatanmu: "Kebangkitan hanya bisa Anda alami bila ada kematian. Kematian tubuh membukakan pintu bagimu untuk mengalami kebangkitan Jiwa." Semuanya akan bermakna dan menyelamatkanmu bila engkau lakukan demi dan untuk Yesusmu, Sang Jalan, Kebenaran dan Kehidupan."
Pesanku kepadamu sebagai sahabatku: "Salibmu memberatkan tapi Salib-Nya meringankan; Deritamu melukaimu tapi bilur-bilur-Nya telah menyembuhkanmu. Karena itu, bila salibmu berat menindihmu, tataplah Dia yang sementara tersalib di sana. Dialah sumber kekuatanmu untuk memikul salib sambil mengikuti Dia.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-3582337626580714072012-10-02T06:57:00.000-07:002012-10-02T06:57:01.373-07:00 DEVOSI SABTU PERTAMAPada 13 Juli 1917, Bunda Maria menampakkan diri pada tiga orang anak di FATIMA, dan menunjukkan kepada mereka penampakkan mengenai neraka dan menyatakan beberapa nubuat. Dalam penampakan ini Bunda Maria berkata bahwa Allah menghendaki untuk membangun devosi di dunia pada hatinya yang tak bernoda. Selain itu Bunda Maria juga menghendaki agar ada suatu Komuni demi Pemulihan pada Sabtu Pertama.
Delapan tahun kemudian, pada 10 Desember 1925, Bunda Maria kembali menampakkan diri pada Suster Lucia. Ia muncul dengan Kanak-kanak Yesus, yang bersabda, “Kasihanilah hati Bunda terkudusmu, yang dipenuhi duri yang ditusuk oleh manusia-manusia yang tidak tahu berterima kasih. Duri-duri itu selalu ada setiap saat selama tidak ada yang mencabutnya dengan doa pemulihan”
JANJI AGUNG
Bunda Maria kemudian berkata, “Putriku, lihatlah hatiku yang dipenuhi duri yang ditusuk oleh orang-orang setiap saat melalui hujatan dan rasa tidak tahu berterima kasih. Setidaknya kau, cobalah untuk menghiburku. Aku berkata padamu, bahwa aku berjanji untuk mendampingimu saat ajal dengan segala rahmat yang perlu demi keselamatan, kepada mereka semua, yang pada lima kali Sabtu Pertama dalam bulan, pergi mengaku dosa, menerima komuni, dan mendaraskan lima puluhan Rosario serta menemaniku selama lima belas menit sambil merenungkan misteri-misteri Rosario, dengan intensi sebagai pemulihan terhadap diriku.”
LIMA ALASAN YANG DIKEMUKAKAN TUHAN
Yesus menjelaskan pada Suster Lucia bahwa lima kali Sabtu Pertama adalah demi pemulihan atas lima jenis dosa, yaitu:
1. Hujatan atas dogma Maria Dikandung Tanpa Noda
2. Hujatan atas keperawanan Maria
3. Hujatan atas kebundaan ilahinya
4. Hujatan yang dilakukan mereka yang menumbuhkan rasa ketidakpedulian pada hati anak-anak atau bahkan kebencian pada Hati Tak Bernoda
5. Pelecehan terhadap gambar-gambar kudus Maria.
BAGAIMANA SAYA DAPAT BERDEVOSI SABTU PERTAMA?
Dengan melakukan semua yang Bunda Maria minta dalam janji agungnya. Menurut penjelasan Kanak-kanak Yesus pada Suster Lucia, pengakuan dosa dapat dilakukan dalam waktu delapan hari sebelum atau sesudah Sabtu Pertama. Tidak harus menunggu berdosa berat baru mengaku dosa, namun pengakuan dosa Sabtu Pertama dapat menjadi kesempatan untuk pengakuan dosa rutin. Bagaimanapun, pengakuan dosa dalam kaitannya dengan devosi Sabtu Pertama harus didahului dengan intensi/niat mengaku dosa sebagai pemulihan hati Maria yang tak bernoda. Komuni tentu saja tetap diterima selama seseorang dalam keadaan berahmat. Komuni idealnya dilakukan pada hari Sabtu Pertama atau pada hari Minggu tepat sesudah Sabtu Pertama. Pendarasan Rosario hanya satu Peristiwa saja (terdiri atas lima sub-peristiwa), namun demikian untuk meditasi lima belas menit boleh merenungkan satu atau lebih Peristiwa. Semua yang dilakukan ini harus demi intensi pemulihan untuk Hati Maria tak Bernoda. Dengan kata lain kita mencoba untuk menghibur Bunda Maria dan “mencabut duri yang mengelilingi hatinya”.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-75034735562243305592012-10-01T17:51:00.002-07:002012-10-01T17:51:29.606-07:00"DI WAJAHMU KUTEMUKAN MALAIKATKU"Renungan Pagi:
Selasa 2 Oktober 2012
Injil: Mat 18: 1-5, 10
Apa yang bisa kita mengerti tentang iman Bunda Gereja akan keberadaan dan peranan para malaikat pelindung dalam hidup manusia? Kitab Keluaran memberikan sebuah gambaran jelas tentang fungsi dan peranan para malaikat yang diutus Allah untuk melindungi dan menjaga manusia; "Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu, untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan. Jagalah dirimu di hadapannya dan dengarkanlah perkataannya, janganlah engkau mendurhaka kepadanya,..."(Kel 23:20-21)
Injil hari ini pun mengisahkan tentang keberadaan para malaikat yang mengungkapkan kepolosan jiwa, kepercayaan dan ketergantungan penuh kepada Allah bagaikan seorang anak kepada orang tuanya. Yesus berkata: "Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga." Atau dalam ayat sebelumnya Ia menegaskan: "...sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga."
Lalu bagaimana kita bisa mengerti para malaikat pelindung? Sesungguhnya, mereka adalah perpanjangan kasih Allah kepadamu, yang hanya mau mengatakan bahwa Allah itu sangat kreatif dalam mencintaimu. Allah mempunyai beragam cara dan bentuk peristiwa, pun orang untuk mengatakan kepadamu bahwa betapa Ia mencintaimu dan menginginkan agar engkau selamat kelak. Allah bukan hanya Ada, tapi Ia ada dan selalu melindungimu setiap saat. Ia menuntun tiap langkahmu, memegang tanganmu dan membawamu kepada Diri-Nya, yang adalah pusat dan sumber kebahagiaan sejati.
Karena itu, mensyukuri rahmat Allah di hari peringatan para malaikat pelindung ini adalah sebuah ungkapan jiwa yang bersuka cita karena mendapatkan rahmat Allah, tapi menjadi seperti seorang malaikat bagi para sahabatmu adalah apa yang Tuhan inginkan agar Anda lakukan hari ini. Semoga kesucian jiwa para malaikat di Surga selalu terpancar dari wajahmu hari ini untuk para sahabatmu di dunia ini."Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-30195636267427828642012-09-30T20:15:00.000-07:002012-09-30T20:15:17.168-07:00MERINDUKAN PEMIMPIN “GILA”Kukirim sms kepada pater Provinsial MSF Kalimantan yang sedang mengadakan geladi bersih untuk tahbisan imam MSF besok, 30 September 2012 di paroki St. Joan Don Bosco Sampit; “Padre, geladinya jangan lama-lamalah
biar bisa jalan cari yang seger...(es buah). Pater Provinsial membalas smsku; wah, nggak lancar nich bro, lambat”. Balasan dalam ungkapan penuh persahabatan dan kekeluargaan antara seorang Pemimpin dengan anggotanya. Status Pemimpin bukan sebuah jarak yang membuat anggota harus tunduk taat pada pemimpin tetapi kepemimpinan justru menjadi jalan membangun kekeluargaan untuk merencanakan dan mewujudkan bersama apa yang menjadi kepentingan bersama demi kebaikan bersama yang dari dalamnya lahir tanggung jawab dan rasa memiliki pada pelayanan yang diembankan pada tarekat.
Bukan baru kali ini, tapi setiap kali bertemu antara Provinsial dan anggota sangat dekat, nampak kekeluargaan, saling bercanda dalam ejekan humor. Sosok yang sederhana dengan penampilan sederhana setelan celana pendek dan baju kaos oblong, ramah menyapa menjadi ciri khas kami ketika melakukan perjalanan bersama pater Provinsial. Kesederhanaan dalam penampilan yang terungkap dalam sapaan dan pelayanan menjadi kerinduan kami bersama untuk saling menggairahkan dalam pelayanan demi kebaikan bersama.
Pengalaman bersama Pater Provinsial, menegaskan kepadaku dan tentu kepada kita semua bahwa kita semua merindukan pemimpin yang sederhana dan bukan menghamburkan uang saat pilkada. Aku bersama para sahabat merindukan pemimpin yang menggairahkan dan bukannya pemimpin yang menguasai, menakutkan dan mengecewakan. Aku dan para sahabat merindukan pemimpin yang ramah menyapa dan bukannya lupa akan janji untuk mengunjungi ketika sudah terlena di atas empuknya kursi kekuasaan. Aku dan tentunya para sahabat merindukan pemimpin yang menggetarkan namun mengagumkan karena pekerjaan dan bukan karena pemimpin itu sekampung atau sekeluarga denganku. Aku dan tentunya para sahabat merindukan pemimpin yang bersahabat dengan siapapun termasuk dengan anggotanya dan bukannya yang bersahabat dengan kroninya.
Aku merindukan pemimpin yang melakukan karya-karya sederhana dengan cinta yang lebih besar dan penuh kesetiaan dan bukannya melakukan karya-karya besar hanya dengan tebar janji. Aku dan tentunya para sahabat merindukan pemimpin yang “gila” dalam membuat perubahan meski bertentangan dengan kebijakan partai ataupun koalisi dan kroni dan bukan merindukan pemimpin yang normal namun menjadi idiot diperbudak partai, koalisi dan kroni. Aku merindukan pemimpin yang “gila” kerendahan hati dan bukan pemimpin yang gila kekuasaan.
Kita tidak sekedar memilih pemimpin, tetapi lebih dari itu kita merindukan sosok dan pribadi pemimpin yang punya tanggung jawab dan pemahaman bersama untuk bonum comunne (kebaikan bersama). Maka ketika bukan tanggung jawab dan pemahaman bersama demi bonum commune yang dikedepankan maka ketika aku ditanya; pemimpin seperti apa yang kurindukan, akan kujawab kumerindukan pemimpin yang “gila”. Aku tidak akan dan tidah harus memilih pemimpin yang sekampung denganku. Aku tidak akan pernah memilih pemimpin yang hanya mengenyangkan kampungnya dan membiarkan kampung yang lain kelaparan, aku tidak akan memilih pemimpin yang diperbudak partai, koalisi dan kroni tapi aku lebih baik memilih pemimpin yang menggairahkan dengan “kegilaannya” dalam membangun perubahan demi kesejahteraan bersama karena aku memang MERINDUKAN PEMIMPIN “GILA”. Selamat merenung...semoga kita semua memang menjadi pemimpin yang “gila” demi kebaikan bersama dan kemuliaan Tuhan.
Kabut asap kota Sampit
Lie Jelivan msf
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-61130151384474056522012-09-27T20:05:00.002-07:002012-09-27T20:06:00.490-07:00JANGAN TAKUT HAI KAWANAN KECILAku ditanya; pastor apa yang harus kita buat ketika banyak gereja kita ditutup, banyak pemimpin yang melakukan dikriminasi pada kita? Apakah kita hanya mendoakan sang pemimpin itu meski melakukan korupsi dan kejahatan? Ketika kita mau melawan, kita tidak punya kekuatan sebab kita hanya minoritas. Di sisi lain kita diajari hukum Cinta Kasih bahkan wajib mendoakan mereka yang memusuhi kita. Mendengar pertanyaan dan berbagai argumentasi demikian; aku menjawab; hanya dengan Doa kita cukup membawa sebuah perubahan? Apakah karena hukum Cinta Kasih membuat kita harus diam membisu membiarkan kejahatan itu terus berlangsung. Jika demikian bukankah kitapun menyetujui adanya kejahatan itu. Lalu mengapa kita gelisah, takut dan mengeluh?
Kalau kita merasa sudah kuat dengan doa dan Cinta Kasih yang merupakan hukum pertama dan utama termasuk mendoakan para musuh kita, kita tidak perlu gelisah, kuatir, marah di belakang layar ketika ada kekerasan dan diskriminasi yang dialami oleh Gereja dan masyarakat kita. Kita pengikut Yesus namun kadang bermental Herodes yang begitu takut dan gelisah ketika berhadapan dengan kelompok minor dibawah kepemimpinan Yesus. Pengalaman Herodes berhadapan dengan Yohanes Pembabtis yang secara tegas mengecam tindakan Herodes meski pada akhirnya resiko kematian dengan cara dipenggal kepala harus diterima Yohanes, kelompok kecil yang merupakan rekan-rekan Yohanes tidak gentar dan takut untuk terus melakukan perlawanan dan protes terhadap kekuatan Herodes yang lengkap dengan selaksa pasukan. Kehadiran Yesus bersama rekan-rekan Yohanes yang merupakan kawanan kecil terus menghantui kegelisahan dan ketakutan Herodes ketika mendengar keberadaan Yesus dan para rasul lainnya di sekitar wilayah kekuasaan Herodes.
Secara fisik, kelompok Yesus bersama para rasulNya merupakan kawanan kecil yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Namun kekuataan rohani yang menjadi spiritualitas kawanan ini adalah kesatuan hati, satu suara dan keberanian yang merupakan gairah, kerinduan Yesus bersama kawananNya untuk menghadirkan Kerajaan Allah dengan merongrong kerajaan Herodes yang melakukan tindak kejahatan di balik kekuasaannya membuat mereka menjadi satu kawanan yang ditakuti oleh para penguasa secara khusus Herodes. Kalau dihitung secara jumlah kawanan Yesus di dunia ini jauh lebih besar dari kawananNya saat itu yang hanya berjumlah 12 orang. Secara jumlah kita bukanlah kawanan kecil, kita bukanlah minoritas. Pada kenyataan kita tidak minoritas. Karena di seberang kita masih lebih banyak lagi mereka yang berkehendak baik untuk menyatu dalam kawanan kita melawan kejahatan, diskriminasi dan kebengisan penguasa. Tapi mengapa kita yang secara jumlah lebih besar justru menjadi kawanan yang diperbudak, kawanan yang dijajah dan diam dalam ratap, bisu dalam duka dan bungkam dalam tangisan. Itu terjadi karena kita sendiri takut dengan kawanan kita sendiri, dengan alasan minoritas. Kita tidak mempunyai gairah, kita tidak mempunyai kerinduan untuk bersatu dalam satu suara dan keberanian untuk menghadirkan Kerajaan Allah dari kita lewat protes, kecaman dan kutukan sehingga membuat kita tercerai berai dalam ketakutan.
Kita memiliki ketakutan yang luar biasa dan bersembunyi di balik alasan minoritas, alasan cinta dan doa seraya menonton drama kejahatan, tragedi diskriminasi dan tarian korupsi oleh Herodes-herodes negri ini. Kita tidak sekedar mengeluh, kita tidak sekedar berdoa dan mengumbar cinta kasih tapi protes, perlawanan dan kecaman kita adalah TANDA CINTA KITA UNTUK KEBAIKAN BERSAMA DEMI MERAJANYA KERAJAAN ALLAH MENUJU PERTOBATAN seperti yang diteladankan oleh Yohanes yang kehadirannya melalui Sang Guru bersama para pengikutNya membuat Herodes gelisah dan takut. Kawan kecil telah menunjukkan keberaniannya dan sekarangpun kita sedang mendengarkan seruan keberanian; JANGAN TAKUT HAI KAWANAN KECIL !! (bdk. Luk 9:7-9).
Mengarungi samudra pertentangan adalah Iman
PW. St. Vincensensius a Paulo:
Lie Jelivan msfAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-6778803334262480072012-09-26T18:12:00.000-07:002012-09-26T18:12:02.775-07:00PEMIMPINKU, “PERAMPOKKU”PEMIMPINKU, “PERAMPOKKU”
Saat itu lima tahun lalu, pemimpinku berkoar soal sekolah gratis, soal kesehatan gratis. Lima tahun yang lalu dan kini bertamu lima tahun yang baru pemimpinku kembali berkumandang, soal pelayanan yang tidak dpersul
it, bebas korupsi, gaji untuk kesejahteraan rakyat. Lima tahun itu pemimpinku berkata siap ditemui setiap saat oleh siapapun, pintu selalu terbuka bagi masyarakat. Setiap lima tahun pergi dan datang kembali lima tahun berikutnya pemimpinku “menjual” selaksa janji seakan menjadi “Kabar gembira” bagi masyarakat lemah, miskin dan menderita, meyakinkan saya yang miskin dan terlantar ini bahwa dia adalah pemimpinku yang layak dan pantas.
Lima tahun itu sudah diraih dan dia lahir menjadi pemimpinku. Ada sejuta harapan kusematkan dipundaknya. Ada selaksa keyakinan kususun di atas kursi empuk kekuasaannya. Ada beribu mimpi kucatatkan di atas meja kerjanya. Ada serangkaian catatan janjinya kutitipkan pada lidahnya. Namun namanya lima tahun, waktu yang tak lama untuk mengubah nasib, waktu yang cukup pendek untuk bertarung dengan “takdir”, episode dari sebuah drama pelayanan menjadi perang kekuasaan. Lima tahun menjadi arena ruang penguasaan daripada pengabdian, menjadi kamar mengonani kekuasaan berselingkuh kaum pemodal, panggung menyusun strategi penindasan.
Lima tahun kemarin menjemput lima tahun yang baru, pemimpinku merasa tak cukup dengan kesederhanaannya, merasa kurang dengan kekayaannya, merasa seperti kehabisan makanan. Lima tahun menjadi sejarah mengubah nasib pemimpinku, pintu rumah yang terbuka bagi saya dan sesamaku yang miskin, sederhana dan menderita kini menjadi pagar besi dihiasi wajah-wajah sangar membentak mengusirku dalam selaksa alasan bapak tidak ada di tempat, bapak sibuk tidak bisa diganggu sambil mempertontonkan gengagaman pentung dan laras panjang. Lima tahun dalam selaksa janji memperjuangkan nasib rakyat, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme demikian warta gembira pemimpinku menjadi momentum memperpanjang litan-litani deritaku meluluhlantahkan hutanku, memporakporandakan dan merebut tanahku, mengusirku dari rahim adatku yang sekian lama menampungku dan juga melindungi pemimpinku, meracuni aliran sungaiku yang sekian lama memuaskan dahagaku dan rasa hausnya seakan menjadikan memomentum lima tahun TAK PERNAH PUAS DENGAN YANG DIMILIKI, TAPI MENJADIKAN PEMIMPINKU, PERAMPOKKU YANG SERAKAH yang malu dengan kemiskinannya, yang minder dengan sepiring makan buatnya sekeluarga.
Lima tahun yang menjadi ruang perutusan, ziarah jejak langkah pemimpinku menjengukku yang sepi, menguatkanku yang sakit, meneguhkanku yang lemah dan menderita, menghadirkan KerjaanNya sang Pencipta segala Pemimpin namun kini menjadi pemimpinku, memperpanjang sepi, sakit dan deritaku dibalik kelemahanku yang tertindas di telapak kekuasaanya. Lima tahun menjadi panggung sandiwara penindasan pemimpinku yang memaksakan kehendaknya demi mendirikan kerajaannya dan bukan melaksanakan kehendak Sang Khalik, bertahktanya Kerajaan Sang Pemimpin Ulung. Lima tahun ruang kekuasaan pemimpinku yang tak pernah bersyukur dengan miliknya namun selalu lapar dengan kerakusannya mengubah sang pemimpinku jadi perampokku. Lima tahun ziarah pemimpinku, bukan pembawa kebaikan bersama namun merampokku memperkaya diri sendiri.
Pemimpinku hanya lima tahun, majikanku mempunyai waktu yang sangat panjang. Dan bisa jadi sebagian majikankupun yang adalah rasul Kristus justru juga menjadi perampokku yang memerahku demi kekayaannya tak peduli deritaku. Maka pantas kusapamu; Pemimpinku, Perampokku, Majikanku.....Sebab yang hanya bisa bersyukur dalam penderitaan dengan merasa cukup, puas dengan yang dimilikinya menjadi Injil Kabar Sukacita yang menyembuhkan, menguatkan dan meneguhkan saya yang menderita, sakit dan lemah...
Sudah Cukup...atau...belum....?? (bdk. Amsal 30:5-9; Luk 9:1-6)
Kesunyian Urup Ampah:
Lie Jelivan msf
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-65327810437388299212012-09-25T17:35:00.001-07:002012-09-25T17:35:51.207-07:00SAPAAN JIWA MEMBUKA NURANISAPAAN JIWA MEMBUKA NURANI
Pagi setelah melantunkan mazmur-mazmur dan kidung pujian berjabat kidung Zakaria dalam ibadat pagi bersama seluruh anggota MSF Provinsi Kalimantan dalam cahaya sinar pagi menyapa alam Ampah-Kalteng di teras Biara
Sacra Familia Urup-Ampah kubuka layar hpku nokia Xpress Music dan kujumpai sebuah sapaan pagi, sapaan yang bermula dari pesan singkat melalui hp sekitar tanggal 19 Agustus 2012 yang lalu datang kembali mengetuk dan membuka nuraniku dalam sebuah pesan singkat; “Sahabat, bagaimana kalo kita mengadakan kegiatan bersama dalam menjalin silaturhmi”. Pesan singkat itu dikirim oleh seorang sahabatku yang berdomisili di Kota Serambi Mekah-Martapura-Banjarmasin dalam satu organisasi gerakan sayap NU yaitu: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Banjarbaru yang secara fisik kami belum pernah berhadapan roman, namun pertemuan dibangun atas dasar Sapaan Jiwa sebagai saudara. Dia adalah Amir sang ketua PMII cabang Martapura.
Sebuah sapaan meski melalui pesan singkat hp, namun dari sapaan itu membuka nurani untuk bersaudara dengan perdamaian, berkeluarga dengan keadilan, bersahabat dengan kebenaran yang membuka nurani untuk melaksanakan kehendakNya yang menjadi misi para peziarah iman di dunia ini. Sapaa jiwa merupakan panggilan Ilahi untuk melaksanakan kehendakNya tanpa pernah memandang siapa dia, meski berbeda latar belakang agama dan suku, meski bukan saudara sedarah, bukan pula dalam satu garis keturunan tapi persaudaraan dan kekeluargaan itu terbangun lantaran ada sapaan jiwa untuk membangun rumah perdamaian, atap keadilan dan genderang kebenaran yang menyatu dalam satu payung nurani kemanusiaan (bdk. Amsal 21:1-6.10-13).
Sapaan jiwa membuka nurani menjadi jalan meretas ketakutan, menjadi mimbar tuk berkisah lantaran sapaan jiwa adalah panggilan untuk semua yang berkehendak baik untuk melaksanakan kehenda Yang Kuasa dalam perdamaian, keadilan dan kebenaran yang menyatu dalam satu rajutan persaudaraan dan kekeluargaan. Sapaan Jiwa adalah suara membungkam ketakutan akan perbedaan lantaran derita terbesar adalah rasa takut akan perbedaan itu sendiri yang membuat kita tidak mampu tuk membuka nurani menjadi satu keluargaa dalam kedamaian, satu saudara dalam keadilan dan satu sahabat dalam kebenaran meski kita berbeda.
Sapaan Jiwa Sahabat Amir menyadarkan saya bahwa persaudaraan dan kekeluargaan bisa saya alami tanpa harus seagama denganku, sesuku dan segaris keturunan denganku, tetapi lebih dari itu SAPAAN JIWA MEMBUKA NURANI untuk melaksanakan KEHENDAKNYA yaitu membawa perdamaian, keadilan dan kerukunan yang menyatukan kami menjadi satu saudara dan keluarga dalam perbedaan (bdk. Luk 8:19-21). Menyadarkan saya lantaran saya dan para sahabat yang mengumbar pesona kita saudara seiman, kita sekeluarga dalam satu Persekutuan Gereja justru tidak mampu menjadi satu saudara dan keluarga lantaran ketidakmampuan kita untuk melaksanakan kehendakNya sebagai pembawa perdamaian, keadilan dan kebenaran.
Semoga sapaan jiwa Sahabat Amir menjadi sapaan jiwa kita bersama membuka nurani untuk melaksanakan kehendakNya sebagai satu saudara dalam perdamaian, satu keluarga dalam keadilan dan satu sahabat dalam kebenaran...
Di Pelataran rumah kedamaian Urup-Ampah
Lie Jelivan MSF
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-12879215284007199522012-09-24T17:40:00.000-07:002012-09-24T17:40:00.960-07:00SEBERKAS CAHAYA DARI PASER
Berada jauh dari kehidupan bising dan hiruk pikuk kota. Bertarung nasib di arena pertambangan dan kelapa sawit dalam geliat mahalnya ekonomi kehidupan di tengah kesederhanaan umat, Tanah Grogot yang di tengah kem
ajemukan insan suku, budaya dan agamanya berdiri sebuah karya Allah yang dibangun dari dan atas dasar persekutuan Iman umat Allah membentuk sebuah komunitas Katolik yang dikenal paroki Alleluya Tanah Grogot.
Dalam dandanan kesederhanaan dipoles wajah sungai yang tak lagi ramah tak menodai iman mereka untuk bercaya menerangi perjalanan iman seluruh anggotanya. Mereka saling menyalahkan pelita iman saling memancarkan terangnya menerangi ziarah bathin para anggotanya meneguhkan tapak jejak perjalanan misi Gereja di paroki mereka. Di tengah himpitan ekonomi berhadapan dengan harga barang dan kebutuhan hidup yang serba mahal, bukan menyurutkan langkah pelayanan mereka melainkan justru tantangan dan aneka hambatan itu dijadikan sebagai salib yang membebaskan untuk membangun dan menghadirkan Kerajaan Allah di tengah kehidupan umat dalam semangat Kebersamaan dan Gotong Royong.
Jarang aku temukan di paroki kota yang nota bene dari segi financial semua serba ada, dari segi manusianya semua serba bisa untuk menyumbang demi terlaksananya karya misi Allah melalui paroki. Seringkali di beberapa paroki kota pelita yang adalah simbol misi membawa terang Kristus dalam Misi Solidaritas dan Pelibatan serta Keterlibatan justru padam bahkan dipadamkan oleh sebagian oknum dengan berbagai alasan: sibuk, hambur-hamburkan uang, tidak ada manfaatnya, alasan oranya tidak bisa diajak kerjasama dan aneka alasan lainnya. Atas alasan itu kita menjadikan Gereja atau paroki seakan menjadi sebuah “monumen mati” dan hanya jadi ruang ritual belaka. Namun di paroki Alleluya tanah Grogot yang dihuni 30-an lebih stasi dalam aura keterbatasan dari segi financial dan kesibukan pekerjaan mereka justru menyalakan tantangan itu menjadi sinar Iman dalam semangat keterlibatan dan pelibatan untuk menghidupkan karya Kerajaan Allah di tengah-tengah kehidupan umat beriman yang salah satunya lewat Temu OMK dua kali dalam setahun. Pertemuan enam bulanan dalam setahun dua kali menunjukan dengan tegas dan jelas bahwa pelita Pastor Paroki, DPP, Dewan Pengurus stasi dan seluruh umat paroki Alleluya Tanah Grogot tidak diletakan di bawa tempat tidur atau disembunyikan melainkan ditempatkan di tempat terbuka melalui peran dan keterlibatan masing-masing untuk menundukung pembinaan iman dan hidup generasi muda Katolik menjadi lebih berkualitas.
Kita kadang berdalih tidak ada dana dan kesibukan kerja dan alasan itu seakan menjadi senjata terakhir untuk memadamkan cahaya pelita iman kita. Namun cahaya dari Paser paroki Alleluya Tanah Grogot memancarkan kepada kita bahwa alasan tidak ada dana dan kesibukan kerja bisa diatasi ketika kita masing-masing: Pastor Paroki, DPP, Dewan Pengurus stasi dan seluruh umat beriman mau memancarkan cahaya pelita iman kita lewat peran dan sumbangan masing-masing untuk terlaksananya karya misi Allah melalui paroki kita masing-masing seperti paroki Alleluya Tanah Grogot melalui Rekoleksi enam bulan OMK separoki setiap tahun. Seberkas cahaya dari Paser menjadi Pelita Iman dan Misi bersama: solidaritas, keterlibatan dan pelibatan umat menerangi ziarah iman bersama agar tidak tersesat dan tidak menjadi orang yang menyesatkan. Semoga kita yang masih tersesat dan menyesatkan segera berbalik untuk menerima cahaya dari Paser demi menerangi iman dan paroki kita masing-masing.
Jangan padamkan dan sembunyikan cahaya Imanmu
Titip Rindu Batu Kajang
Lie Jelivan msf
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-61354136644677966422012-09-23T18:53:00.003-07:002012-09-23T18:53:56.174-07:00Beratnya Tantangan Hidup Selibat....Beratnya Tantangan Hidup Selibat....
(Dari pandangan awam)
Oleh: Bernardus K Gana
Begitu banyak pastor yang tak tahan lagi hidup selibat dan akhirnya meninggalkan komunitasnya dan kembali menjadi masyarakat biasa. Itu juga bagian dari pilihan hidup dan kebebasan seluruh manusia.
Hidup selibat memang tanpa paksaan dan tekanan dan tentu saja sungguh berat. Kalau bukan karena dipilih dan dipanggi
l, belum tentulah manusia sanggup menjalaninya.
Para pastor pun demikian. Meskipun sdh begitu lama menjalani hidup selibat, belum tentu semua itu bisa dijalani sampai akhir. Tak sedikit yang patah berhamburan di tengah jalan karena satu dan lain hal.
Untuk itu, tidak hanya pastor bersangkutan yang memohon utk keteguhan imamatnya, tetapi umat juga diharapkan berdoa pula bagi mereka, sebagaimana pastor pun tentu tak lupa membawa umatnya senantiasa dalam doanya. Inilah juga sebenarnya boleh dikatakan salah satu pertarungan melawan kuasa kegelapan yang berkeliaran mencari mangsa itu.
Meski ini tak bisa dimasukan dalam kategori hukum timbal balik, namun umat dan pastor saling mendoakan, tentu suatu yang sungguh baik.
Banyaknya pastor yang meninggalkan komunitasnya khususnya di wilayah Keuskupan Denpasar, mnjadi keprihatinan Pastor Laurensius Maryono Pr, pastor pada Paroki St Maria Immaculata Mataram.
Romo menyebutkan bebrapa pastor yang meninggalkan komunitasnya dan kembali menjadi masyarakat biasa. Itu adalah fakta yang tak terbantahkan. Beberapa diantaranya adalah alumnus dari Gereja Katolik yang sekarang beliau pimpin.
Beliau minta agar umat pun berkenan mendoakannya agar sanggup menjalani hidup sebagai pastor hingga akhir. Demikian yang disampaikannya sebelum memberikan berkat penutup pada misa pagi tadi di Gereja St Maria Immaculata, Mataram, NTB.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-24223294492596208982012-09-22T17:53:00.003-07:002012-09-22T17:53:34.650-07:00MISTERI KEILAHIAN: MAKNA ANGKA-ANGKA DALAM MENGUNGKAP KERANGKA RAHASIA ALAM SEMESTA MELALUI SALIB ATLANTIS, LEWOTANAH, PANCASILAMISTERI KEILAHIAN: MAKNA ANGKA-ANGKA DALAM MENGUNGKAP KERANGKA RAHASIA ALAM SEMESTA MELALUI SALIB ATLANTIS, LEWOTANAH, PANCASILA
oleh Pino Rokan pada 14 September 2012 pukul 9:51 ·
MISTERI KEILAHIAN : MAKNA ANGKA-ANGKA DALAM PENGUNGKAPAN KERANGKA RAHASIA ALAM SEMESTA MELALUI SALIB ATLANTIS, LEWOTANAH, PANCASILA
Oleh Chris Boro Tokan
Pendahuluan
Paling tidak lebih kurang 2500 tahun yang lalu para filsuf mengajukan pertanyaan tentang rahasia alam semesta dan misteri manusia kemanusiaan, (kerangka pikiran filosofis yang demikian dapat tertelusuri dalam Ernst Cassirer, melalui karyanya An Essay On Man, diIndonesiakan menjadi Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Essey Tentang Manusia, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1988). Filsuf Pitagoras bicara tentang bilangan/angka-angka. Bilangan menurut Pitagoras merupakan sesuatu yang sakral, karena bilangan atau angka-angka yang akan menyelesaikan atau membuka rahasia-rahasia tentang Alam.
Demokritos dengan pengertian tantang Atom dan substansi Alam. Salah satu pikiran yang dikemukakan oleh Demokritos adalah gagasannya mengenai Ruang. Kalau kita memotong buah apel, maka yang kita potong sebenarnya adalah ruang. Anaximenes dan Anazimander berkutat tentang Evolusi. Ditandaskan oleh mereka bahwa kehidupan itu bermula dari Air. Kemudian berproses melalui kompleksitas peningkatan makhluk-makhluk.
Setelah manusia membicarakan tentang bilangan, zat atau substansi dari alam dan masalah proses yang dijalani oleh Alam, maka dalam sejarah perkembangan tertelusuri muncul pergelutan tentang misteri manusia kemanusiaan. Terkisahkan 3 orang filsuf, Socrates mulai bergelut dan bertanya tentang Manusia. Ditandaskan bahwa kehidupan manusia yang tidak direnungkan merupakan suatu kehidupan yang tidak bermakna atau sebuah kehidupan yang sia-sia. Oleh karena itu dalam kehidupan manusia, sangat perlu untuk dipertanyakan pada diri sendiri si manusia itu, antara lain tentang tujuan hidup si manusia itu, sesungguhnya untuk apa. Tentu menyentuh pula pertanyaan tentang Identitas dan Eksistensi tentang manusia dan kemanusiaan.
Kemudian tampil dua filsuf besar lain, keduanya merupakan murid Socrates, yakni Plato dan Aristoteles. Dari Plato terwarisi Teori Dua Dunia. Menurutnya dunia ini terbelah menjadi Dua, yaitu Dunia Ide-ide yang disebut sebagai dunia bentuk-bentuk sempurna dan abadi. Dunia yang satu lagi adalah Dunia Indrawi yang selalu berubah-ubah dan tidak sempurna. Dengan demikian menurut Plato, manusia itu dipahami melalui dua pengertian yaitu Dunia Badan dengan Dunia Jiwa. Bagi Plato, dunia jiwa itu berasal dari alam lain yang menjadi tujuan akhir perjalanan hidup manusia. Sedangkan dunia Badan itu, raga, nyata yang terinderakan.
“Dua Dunia”-nya Plato ini dalam perenungan memunculkan pertanyaan apa bedanya ‘jiwa’ dengan ‘kesadaran’? Pertanyaan demikian diwariskan oleh Plato dan sang filsuf itu mengganggap bahwa jawaban seperti ini baru dapat dijawab melalui kemampuan yang disebut kemampuan matematik. Dengan demikian bagi Plato, ilmu yang membuka segala rahasia alam dan misteri manusia kemanusiaan, adalah Ilmu Matematik. Dia mengatakan bahwa jiwa masuk ke dalam badan lalu dengan demikian menjalani kehidupan sebagai manusia, tetapi jiwa itu tetap membawa berbagai hal dari dunia sana yaitu pengetahuan.
Namun pengetahuan yang mendalam (cermat) itu belum tampil, sebelum manusia menjadi pintar dan bijak. Maka itu proses dimana daya ingat mulai muncul kepermukaan melalui proses pergulatan dan perenungan (kontemplase). Dengan demikian masalah pengetahuan untuk Plato adalah masalah daya ingat. Sebab bagi Plato, sebetulnya pengetahuan itu sudah kita bawa dari dunia lain: maka itu proses ini disebut sebagai proses “anamese”, yakni suatu proses di mana melalui daya ingat manusia mencoba mengingat-ingat kembali hal-hal yang terinderakan, kemudian menemukannya sebagai pengetahuan baru, namun sesungguhnya tentang hal itu (pengetahuan), setiap manusia sudah membawanya dari dunia sana (dunia jiwa).
Jadi teori Dua Dunia-nya Plato menyatakan bahwa di dunia nan jauh di sana (dunia jiwa) terdapat ide-ide atau bentuk abadi, sedangkan di dunia kita (dunia raga/nyata) ini terdapat benda-benda yang sifatnya semu. Contoh: Kalau kita melihat patung/lukisan/sebuah bangunan megah, maka bagi Plato itu bukan merupakan yang sebenarnya. Karena yang sebenarnya itu dalam bentuk idea sempurna dari dunia lain. Jadi benda-benda yang nampak terlihat itu sebenarnya “mimesa”, sebuah hasil tiruan saja.
Misteri makna Angka dalam Salib Atlantis (LewoTanah), Pancasila
Dunia langit (angka 0 di atas) dari angka 8 dengan dunia bumi (angka 0 di bawah) dari angka 8, dalam perenungan terhadap filsafat angka-angka sesuai peradaban yang menjadi sistem kehidupan (kutur, substansi, struktur) sosial suku bangsa Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, maka makna angka 8 adalah penyatuan Langit dengan Bumi. Angka 8 menjelaskan rahasia alam semesta menempatkan 0 di atas itu sebagai Langit yang dikenal dengan Rera-Wulan, sedangkan 0 di bawah itu sebagai Bumi yang dikenal dengan Tanah-Ekan. Dalam dialektika langit dan bumi, angka 8 itu menjadi jalan matahari disetiap garis yang membentuk angka 8: yakni untuk 0 langit itu (di atas) jalan matahari siang, sedang 0 bumi itu (di bawah) jalan matahari malam/Bulan (Bandingkan Arysio Santos "ATLANTIS The Lost Continent Finally Found", The Devinitive Localization of Plato's Lost Civilization (2005), diIndonesiakan menambah subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA (2009), hal. 188.
Arysio Santos mencermati bahwa konsep pembalikan waktu itu sampai ke Yunani, seperti yang diutarakan oleh Plato dalam dialog berjudul Negarawan (Statesmen). Konsep ini sebenarnya berasal dari masyarakat Hindu dan, lebih tepatnya bangsa Atlantis. Dalam tradisi-tradisi Hindu, waktu berputar. Atas dasar inilah, Shesha (baca: ular), sering kali disebut Ananta (tak berujung). Fakta ini digambarkan oleh bentuk Shesha sendiri, yang berhubungan dengan symbol ketakterbatasan, angka 8 telentang. Inilah yang sebenarnya terjadi dengan waktu yang berputar. Dua lingkaran (dua angka 0) di sini (langit dan bumi) adalah pasangan dari masing-masing pihak. Simbol Ular Shesha ini sering menjadi lambang kedokteran, atribut lain yang sering digunakan yang berasal dari dewi Tanit dan pasangan lelakinya, Moloch, alias Atlas itu sendiri. Dua monster juga sering membentuk citra Ouroboros, yaitu mulut masing-masing monster berada di anus monster yang lain, kurang lebih sama dalam simbolisme angka “69”.
Merujuk kepada awal kehidupan sebagai menyatu Langit dan Bumi (Rera-Wulan dengan Tanah-Ekan), terpahami dan teramati dalam “Sup” pre-biotik purba (pendahulu kehidupan purba), yakni menyatunya sinar mentari menembuskan cahaya ke dalam lautan purba samudra Pasifik (menyatu empat sungai surga) membentuk sel kehidupan. Bandingkan dengan Arysio Santos menandaskan Ular Ouroboros dalam keyakinan Hindu berpadanan dengan Samudra, Lautan, sebenarnya berarti ”yang melingkungi”, seperti juga kata ”Ocean (Samudra)” itu sendiri (hal. 342).
Gagasan tentang “yang melingkungi” ini menurut Arysio Santos seperti tepatnya apa yang Plato maksudkan tentang laut atlantisnya sebagai samudra sesungguhnya (alethinos pontos) yang melingkungi dunia, yakni samudra Atlantik yang sesungguhnya Lautan Pasifik itu sendiri (hal. 342). Samudra Pasifik merupakan samudra utama yang membagi ke Barat (lautan Atlantik) dan ke timur (lautan Hindia). Simbol Atlantis: MATAHARI, Bintang Laut sebagai simbol Matahari di bawah laut (malam hari). Simbol Atlantis yang hilang tenggelam, tersembunyi di bawah laut (hal. 265-278).
Jejak arti Ular sebagai Matahari, bisa ditemukan dalam kata ”Nipon” (Jepang) yang berarti ”Matahari Terbit”. Dengan demikian dalam Koda Lamaholot ditemukan oleh Petu Sareng Orin Bao alias Pater Piet Petu, SVD (almarhum) yang menyebut nama purba pulau Flores adalah Nusa Nipa dalam bukunya: “NUSA NIPA WARISAN PURBA” (1969) sebagai ”heliocentris”: ”Koten rae lera matan, ikung lau lera helut”= Konsep tentang Asal muncul (matahari terbit atau mata air) dan Akhir singgah (terbenamnya matahari atau tujuan akhir mengalirnya air sungai). ”Koten pana doan, ikung gawe lela”= sebuah ungkapan simbolis dari gerak muncul dan menghilangnya matahari”. Dengan demikian sesungguhnya nama purba yang lain dari Pulau Flores selain Nusa Nipa, Nusa Ular adalah Nusa Matahari (Matahari Salib Kehidupan) nama yang terpurba.
“Misteri Angka “69” dalam kesempurnaan menjadi angka 8, dalam mengungkap misteri manusia kemanusiaan, maka dalam peradaban Lewotanah itu menjelaskan dunia langit (0 di atas dari angka 8) sebagai Ama Rera-Wulan (Laki-laki/Pria), kemudian dunia bumi (0 di bawah dari angka 8) itu menjelaskan Ina Tanah Ekan (Ibu Pertiwi). Dalam penjelasan Oppenheimer “misteri angka “ 69” itu sebagai bersatunya Langit-Bumi untuk alam semesta, sedangkan misteri manusia kemanusiaan sebagai bersetubuh laki-laki dengan perempuan. Bersatu Langit-Bumi untuk membentuk kehidupan alam semesta, bersetubuh manusia Laki-laki dengan Perempuan untuk menghasilkan/melahirkan kehidupan manusia baru. (Bandingkan Oppenheimer dalam bukunya “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia” 1998, diindonesiakan “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara” 2010, hal. 475-514.
Tertelusuri “Misteri Angka “69” dalam kesempurnaan menjadi angka 8, dalam Peradaban suku bangsa Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, menjelaskan dunia kehidupan alam semesta (Langit Bumi)/Peradaban dengan dunia kehidupan manusia kemanusiaan (Pria/Laki-laki–Perempuan/Wanita)/Kebudayaan dalam pendasaran konsep Dualisme Kosmos dan Dualisme Sosial dari F.A.E. Van Wouden (Dalam Structuurtypen in de Groote Oost (1935), diindonesiakan: KLEN, MITOS, DAN KEKUASAAN, Struktur Sosial Indonesia Bagian Timur (1985), hal. 25-146. Apabila angka 8 dalam posisi Vertikal (Dualisme Kosmos) terpahami sebagai Langit (Rera-Wulan) menempatkan angka 1, maka Bumi (Tanah-Ekan) dalam posisi angka 2. Sedangkan angka 8 dalam posisi Horisontal (Dualisme Sosial) terpahami sebagai Perempuan/Wanita (Ina Tanah-Ekan) menempatkan angka 4, sedangkan Laki-laki/Pria (Ama Rera-Wulan) dalam posisi angka 5.
Memaknakan angka-angka dalam pendasaran konsep Dualisme Kosmos dan Dualisme Sosial dari Van Wouden, tentu tidak dapat dipisah-lepaskan dengan Pancasila yang terilhami dalam nurani Bung Karno semasa pengasingan di Kota Ende (Pulau Flores 1934–1938) sebagai wilayah Kepulauan Matahari Purba (Solor=Matahari). Angka 3 dalam Pancasila sebagai pemersatu, Poros yang mendialektikan kesatuan dan persatuan angka 1 dan 2 dengan angka 4 dan 5. Sesungguhnya rahasia Alam Semesta dan misteri Manusia Kemanusiaan dalam hidup kehidupan itu merupakan DIALEKTIKA dari ROH=SABDA=NURANI yang terpahami dalam angka-angka/bilangan!!!. Tertelusuri Falsafah TRI HITA KARANA dalam kepercayaan Hindu memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman budaya dan lingkungan di tengah hantaman globalisasi dan homogenisasi. Hakikat ajaran tri hita karana menekankan tiga hubungan manusia dalam kehidupan di dunia ini. Ketiga hubungan itu meliputi hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan alam sekeliling, dan hubungan dengan ke Tuhanan yang saling terkait satu sama lain. Setiap hubungan memiliki pedoman hidup menghargai sesama aspek sekelilingnya. Prinsip pelaksanaannya harus seimbang, selaras antara satu dan lainnya (saling dialektik). Apabila keseimbangan tercapai, manusia akan hidup dengan dapat mengekang segala tindakan berekses buruk. Hidupnya akan seimbang, tenteram, dan damai dalam alam semesta.
Dialektika BENAR-SALAH dan Dialektika BAIK-BURUK: untuk mengerti yang benar dan memahami yang salah dalam ROH, menerima yang baik-memaklumi yang buruk melalui SABDA!!! Semuanya tersemayam di kedalaman NURANI setiap INSANI yang berILAHI!!! Supaya tersemayam damai-sejahtera di kedalaman NURANI dan menggerakan JIWA di hati & membuka AKAL yang berBUDI melalui ketjaman NALAR dalam hidup kehidupan!!!, maka setiap INSAN dalam segala kehingar-bingaran kehidupan yang duniawi harus ada waktu juga untuk kehidupan yang ILAHI. Menyeimbangkan, menserasikan, menselaraskan kehidupan yang ILAHI dan kehidupan yang DUNIAWI!!!
Karena PANCASILA yang terilham dalam sosok Putra Fajar Bung Karno, sesungguhnya DIALEKTIKA dari ROH=SABDA=NURANI!!!, yang terjelaskan dalam ROH idealisme-nya HEGEL sila 1 dan 2 disatukan sila 3=PERADABAN sebagai Makrokosmos. Sedangkan Roh materialisme-nya MARX dalam sila 4 dan 5 di satukan sila 3=KEBUDAYAAN, sebagai Mikrokosmos. Peradaban=VERTIKAL, Kebudayaan=HORISONTAL. Cross untuk menyatunya vertikal dengan horisontal= SALIB. Salib HIDUP & KEHIDUPAN!!!
Angka 7 itu adalah angka kepenuhan=angka syukur=tiang syukur=EKEN MATAN PITO, yang menghubungkan angka 0 langit dengan angka 0 bumi, dalam symbol menyatukan langit dan bumi dalam angka 8. Sesungguhnya awalnya angka 0 langit dan 0 bumi ini dari awal mula menyatu dalam angka 0 itu yang sering dikenal dengan telur kosmik yang menetas (Oppenheimer, hal. 489-491). Telur kosmik (0) yang menetas itu dalam ungkapan bahasa Lamaholot “telun tou nen pesak”, artinya dari sebutir telur yang kemudian terbagi. Maka 0 yang di atas itu menjelaskan dunia LANGIT, selanjutnya dipahami sebagai dunia TUHAN yang terjelaskan dalam angka 1 sebagai sila Pancasila. Sedangkan 0 yang di bawahnya itu menjelaskan dunia BUMI, selanjutnya terjelaskan dalam angka 2 sebagai dunia Kemanusiaan dalam Pancasila (bandingkan dengan Oppenheimer, hal. 512-515).
Makna angka 7 dapat tertelusuri dalam Arysio Santos tentang simbolisme religius menorah, yakni tempat lilin bercabang tujuh orang Yahudi (hal. 197). Replika itu selama ini bagi Ata Lamaholot (Manusia Lamaholot) di Nusa Tenggara Timur, khususnya Ata Adonara dalam Eken Matan Pito (bambu Aur yang yang bertangkai tujuh) dipotong dan dirapikan, kemudian ditanam di depan NUBA (batu keramat) tempat ritual religius. Eken Matan Pito itu simbol penghubung bumi (TanahEkan) dengan langit (ReraWulan/Matahari-Bulan), penghubung Manusia dengan Tuhan. Tujuh cabang/ranting dari batang aur itu untuk mengantung setiap hasil pertanian atau rejeki yang diperoleh, atau untuk mengantung setiap harapan, permohonan dalam ritus dan atau mempersembahkan segala hasil, melaporkan segala pencapaian, kesuksesan dalam perjuangan hidup sebagai tanda rasa syukur kepada RERAWULAN (matahari-bulan) simbol ALLAH, TUHAN di langit, tempat yang maha tinggi.
Demikianlah diselesaikan langit dan bumi dan segala isinya. Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu, berhentilah ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaannya yang telah dibuatnya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu. Demikianlah riwayat langit dan bumi pada waktu diciptakan (Kejadian 2:1-4). Dengan demikian pada hari ke 7, bagi kalangan umat Kristen diyakini sebagai hari bersyukur dengan memuliakan Allah dengan segala ciptaannya. Dalam kaitan peradaban maka kemunculan angka 7 dalam ilmu astronomi yang paling terkenal adalah konstelase Pleiades, yaitu 7 bintang yang dapat dilihat oleh mata telanjang. Sedangkan dihubungkan dengan kemanusiaan, maka kata ‘Pleaid’ bahkan digunakan sebagai kata yang menjelaskan tujuh orang (biasanya terkenal) seperti tujuh manusia bijaksana dari Yunani, tujuh orang bijak dari Timur, tujuh perempuan atau bidadari (Oppenheimer, hal. 517-539).
Angka 3 itu mengandung makna Poros, yang menyatukan, persatuan dan kesatuan, seperti sila 3 Pancasila. Dalam simbolisme Salib Atlantis termaknakan dalam Pancasila, maka sesungguhnya terpahami angka 3 Pancasila itu menyatukan dunia Langit dalam cahaya ilahi melalui symbol Matahari (sila 1) dengan dunia Bumi dalam symbol air lautan purba Pasifik (2), menjadikan awal kehidupan (bandingkan Arysio Santos, hal.342). Terjadi awal kehidupan dalam proses-nya berwujud ikan laut mewakili Fauna, dan gangga laut mewakili Flora, cikal-bakal Manusia Raksasa yang berkeTuhanan. Begitupun angka 4 yang mewakili manusia Wanita, menggambarkan karakter yang lebih nyata/materiel, sila 4 Pancasila menyebut Kerakyatan dalam hikmat permusyawaratan dan perwakilan. Angka 4 simbol manusia Wanita tentu berpasangan dengan Pria/Laki yang menggambarkan karakter yang lebih ideal/spirituil; dalam sila 5 Pancasila bermakna Keadilan Sosial. Tersatukan angka 4 dan angka 5 di Poros (angka3) demi menghasilkan keturunan, melahirkan/mewariskan manusia yang berkeadilan.
Angka 6 = angka 9: dalam pemaknaan Lamaholot sebagai MULA-SEDAN=Menaburkan bibit Koda, Sabda. Koda yang TERTANAM=TERWARISKAN akan tumbuh berkembang dengan jaya ibarat tanaman pohon dan dedaunnya menyentuh langit (LOLON/daun-daunnya & EPAN/batangnya, TAWAN & NUBUN (tumbuh dan terus tumbuh) gere GOE Rera-Wulan ( menyatu langit)=angka 6. Karena akar KODA menghujam dikedalaman BUMI ( RAMUT-ten lodo GOE parak Tanah Ekan=angka 9.
MENYATU Angka 6 dan Angka 9 = Angka 8= PERSATUAN DUNIA LANGIT=angka 9 (RERA-WULAN)/Filsafat Idealisme-nya Hegel DENGAN DUNIA BUMI=angka 6 (TANAH-EKAN)/Filsafat Materialime-nya Marx, = KODA deket=SABDA yang menghidupkan. Koda, Sabda itu adalah ROH yang menyatukan filsafat DUA DUNIA dari PLATO (Dunia JIWA dan Dunia BADAN). Artinya Jiwa itu idealisme-nya Hegel, sedangkan Badan itu materialisme-nya Marx yang dapat HIDUP untuk bermakna dalam sosok sebagai MANUSIA, apabila diSATUkan oleh ROH=KODA/SABDA. Bandingkan juga dengan penyatuan angka 1 dengan 2, angka 4 dengan 5 dalam makna angka 3 sebagai simbolisasi PANCASILA dalam makna SALIB ATLANTIS (Bandingkan G.W.F Hegel dalam karyanya The Philosophy of History, terbitan Dover Publication, Inc., 1956, diindonesiakan Filsafat Sejarah, Cet. III, 2007, hal. 108-109).
Misteri keilahian makna angka 0 sebagai bilangan awal mula, apabila dihadapkan dengan firman tentang Alpha dan Omega (Wahyu, 1:8, 22:13), maka Alpha-Omega= 0 - 1 (satu) 0=Awal-Akhir selalu 0 yang satu saja, yakni 0 sampai 1 (satu) 0/10, bermakna dari ketiadaan, melalui ketiadaan, menuju ketiadaan: 0=Roh. Jadi angka 0 bukan kosong, bukan hampa, namun bersemayam Roh=Maha Kekuatan. Menjelaskan DIA yang Awal dan yang akhir. Artinya yang terawal adalah yang terakhir sedangkan yang terakhir adalah yang terdahulu (Injil Lukas,9:48, 13:30), maka di sini dapat terselami rahasia angka 10 itu sebagai satu (1) 0. Artinya terawal angka 0, terakhir juga 0, yakni satu (1) 0=angka 10.
Terpahami keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Dengan perkataan lain terjadi ledakan/menetasnya telur (angka 0) kosmik. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang" (Bandingkan Alan Woods dan Ted Grant dalam “Reason in Revolt: Revolusi Berpikir Dalam Ilmu Pengetahuan Moderen”, 2006, hal. 285-299), membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan (0) sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada, yang kelak kembali kepada ketiadaan (0) yaitu satu (1) 0=10.
Dalam teori Pemecahan Massa Benua (pecahnya Telur Kosmik), Big Bang, terpahami sebagai terpisahkan langit dan bumi. Angka Satu (1) 0=10, terpahami sebagai angka 1 yang menjelaskan Dunia Langit (Rera-Wulan dalam pemaknaan Bahasa Lamaholot), Dua (2) 0=20, terpahami sebagai angka 2 yang menjelaskan Dunia Bumi (TanahEkan dalam pemaknaan Bahasa Lamaholot) yang menegaskan Peradaban (alam semesta, makrokosmos, vertikal). Salinan (tiruan) penegasan Peradaban itu terulang, copi/salinan-nya dalam Kebudayaan(manusia, mikrokosmos, horizontal), terungkap dalam angka Empat (4) 0=40 terpahami sebagai angka 4 yang menjelaskan Dunia Manusia Wanita (Ina Tanah Ekan dalam pemaknaan Bahasa Lamaholot), sedangkan angka Lima (5) 0=50 terpahami sebagai angka 5 yang menjelaskan Dunia Manusia Laki-laki (Ama Rera-Wulan dalam pemaknaan Bahasa Lamaholot). Kerangka penciptaan Langit dan Bumi, Penciptaan Manusia, dapat tertelusuri dalam Oppenheimer, hal.475-584), sedangkan dalam Kitab Kejadian, 1, 2 tentang Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya.
Maka makna angka Tiga (3) sebagai angka Persatuan dan Kesatuan dalam sila Pancasila (angka menyatukan: Trinitas) menjadi 3= 1 + 2, menjadi kelipatan dalam angka 9= 4 + 5. Dalam misteri angka 69, sesungguhnya terletak filosofi angka 3 dalam kelipatan menjadi angka 6 dan angka 9. Kemudian angka 3 memperoleh kesempurnaan Persatuan dan Kesatuan-nya dalam angka 8, sebagai penyatuan angka 6 dan angka 9, juga tersempurnahkan angka 3 itu sendiri menjadi angka 8. Tertempatkan angka 7 bermakna sebagai tiang panji syukur, Eken Matan Pito bagi manusia Lamaholot di Nusa Tenggara Timur, sedangkan Menorah (tiang lilin bercabang tujuh) bagi suku bangsa Yahudi.di Timur Tengah. Tiang yang menghubungkan Langit-Bumi, dalam kepercayaan Hindu sebagai Pilar/Penyanggah. Dalam Kitab Suci sering disebutkan dengan Gunung Batu sebagai simbol penghubung bumi (TanahEkan) dengan langit (ReraWulan/Matahari-Bulan), penghubung Manusia dengan Tuhan.
Penutup
Rahasia Alam Semesta (Makrokosmos) dan Misteri Manusia dan Kemanusiaan (Mikrokosmos), tidak lain adalah SABDA, atau KODA yang dimiliki dan dapat dipahami RAHASIA-nya oleh setiap Anak LEWOTANAH. Makna lain dari LEWOTANAH itu SALIB ATLANTIS, merupakan milik manusia KEPULAUAN MATAHARI (Solor) PURBA: Nusa Tenggara-Maluku.!!! SALIB ATLANTIS itu PANCASILA, inti sabda/koda yang terilhamkan dalam diri Putra Fajar Bung Karno di Ende, Flores 1934-1938.
Arysio Santos menyebut Salib Atlantis itu Sebagai simbol keyakinan purba Manusia Atlantis (hal.126-128, 162-278). Hasil elaborasi dari gagasan Filosof besar Plato tentang Tata Peradaban Sipil yang sudah sangat maju (Atlantis yang hilang) yang sesungguhnya menjadi Ibu Kandung Peradaban Dunia. Maka Pancasila sebagai symbol Salib Atlantis, telah mengilhami Putra Fajar Bung Karno menempatkan angka 3 sebagai Poros. Sedangkan filsuf Pitagoras menempatkan angka 5 sebagai POROS karena terilhami oleh sepasang pilar maha meru di TIMUR dengan sepasang pilar maha meru di BARAT dan pilar ke 5 sebagai POROS dalam keyakinan HINDU di INDIA (Bandingkan Arysio Santos, hal. 248). Sesungguhnya keyakinan INDIA itu merupakan replika dari keyakinan yang telah menghilhami Putra Fajar Bung Karno di Ende-Flores sebagai wilayah Kepulauan Matahari Purba (Solor). Poros dalam angka 3: terjabar dari keyakinan TRINITAS KEPEMIMPINAN PURBA di WILAYAH Kepulauan MATAHARI PURBA (NTT-MALUKU), terkaji oleh van Wouden (Bandingkan Van Wouden, hal. 25-81 ).
Bagi saya Pranata LEWOTANAH ini (jelmaan terpurba keyakinan manusia atlantis) yang sampai kekinian menjadi keyakinan manusia Lamaholot di Kepulauan Solor (Pulau Adonara, Lembata, Solor) Nusa Tenggara Timur, sebagai penegasan peradaban Wilayah Kepulauan Matahari (Solor) Purba yang mencakup wilayah Nusa Tenggara-Maluku-Sulawesi. Pranata LEWOTANAH ini, oleh filsuf Plato menyebut sebagai sebuah TATA PERADABAN MASYARAKAT SIPIL YANG SANGAT TINGGI menjadi IBU KANDUNG PERADABAN DUNIA. Gagasan Filsuf Plato ini dielaborasi oleh Arysio Santos sebagai SALIB ATLANTIS. Maka itu PRANATA LEWOTANAH Lamaholot yang sampai kekinian terpraktekan oleh manusia lamaholot di Nusa Tenggara Timur, sering saya sebut juga sebagai SALIB Lamaholot=SALIB Atlantis=SALIB India (tersimbol dalam pilar-pilar maha meru)= SALIB Mesir (Piramida)=SALIB Yunani (Logika-Etika-Estetika)=SALIB KRISTUS (Roma-Yahudi)=KOSMOGRAM Atlantis=BULAN-BINTANG ISLAM (Arab).!!!
Terpahami mengapa kaum yang menganut ilmu Pythagoras menganggap Angka Lima (5) mewakili sumbu dunia yang kokoh. Gagasan para penganut ilmu Pythagoras dengan jelas berhubungan dengan simbol-simbol agama Hindu kuno tentang 4 arah (mata angin). Terhadap Empat Arah, doktrin agama Hindu mengetahui arah kelima (5) yang disebut “arah tetap” dari pusat polar, poros matahari. Bandingkan Arysio Santos (hal 248), dalam Tata Susunan Atlantis, sepasang Pilar Utama di Timur dan sepasang Pilar Utama di Barat, menjelaskan juga Poros Bumi Atlantis seperti kisah umat Hindu tentang Meru Kembar, menegaskan raga surga yang hilang. Atlantis yang hilang, surga empiris, surga nyata.
Raga Surga yang Hilang, Surga Nyata, Surga Empirik, Atlantis yang Hilang, Matahari Salib Kehidupan bagi Koda Lamaholot “Tanah Ekan”, mengenal Taran Neki (Timur), Taran Wan an (Barat), sedangkan poros, disebut KEPUHUNEN (Lewo Kepuhunen). Lebih lanjut Ata Lamaholot mengenal KOTEN (Lewo Koten), Pilar Utara, LEIN (Lewo Lein) Pilar Selatan. ATA LAMAHOLOT dalam menerapkan SALIB ATLANTIS atau TATA ATLANTIS demi menata kehidupan bermasyarakatnya, merupakan SIMBOL, REPLIKA, DUPLIKAT dari PRIBADI, DIRI ATA LAMAHOLOT, yakni 1.ONE, nurani,hati sebagai PUSAT, POROS Lewo, Masyarakat, Dunia , 2. KOTEN, kepala berisisi otak, pikiran sebagai PILAR UTARA Lewo, Masyarakat, Dunia ,3. LEIN, kaki, berpijak, landasan sebagai PILAR SELATAN Lewo, Masyarakat, Dunia, 4. LIMAN NEKI/TARAN NEKI, tangan kiri, bagian badan kiri sebagai PILAR TIMUR Lewo, Mayarakat, Dunia, 5. LIMAN WANAN/TARAN WANAN, tangan kanan, bagian badan kanan sebagai PILAR BARAT Lewo, Masyarakat, Dunia. Replika TATA ATLANTIS ini, terpraktekan pula dalam pembuatan rumah adat, juga RUMAH tempat tinggal Ata Lamaholot, dengan UMATUKA LANGO (Poros Rumah), dengan EMPAT PILAR UTAMA rumah di setiap titik persegi empat rumah, dengan mengenal 4 sudut rumah padanan dengan 4 lengan rumah.(Bandingkan Chris Boro Tokan, Ringkasan Disertasi “Penyelesaian Delik Adat Pembunuhan Melalui Mekanisme Pranata Lokal Orang Lamaholot di Pulau Adonara”, UI-Jakarta, 2003, hal. 53- 58).
Jiwa Surga, Surga Positivistik, Matahari Salib Utama dalam Koda Lamaholot “ReraWulan”. Raga Surga yang Hilang, Surga Nyata, Surga Empirik, Atlantis yang Hilang, Matahari Salib Kehidupan bagi Koda Lamaholot “Tanah Ekan”. Koda Lamaholot mengenal LEWOTANAH: sebagai dialektika Matahari Salib Utama(LANGIT), ReraWulan dengan Matahari Salib Kehidupan (BUMI), Tanah Ekan. Mempertemukan Langit dengan Bumi dalam ritual magic-religius yang di simbolkan melalui tiang penghubung (bambu aur yang beranting tujuh): EKEN MATAN PITO, ditanam di depan Batu Keramat (Batu Licin Ceper atau Bundar): NUBA. Di depan NUBA ini dengan TIANG AGUNG (bercabang tujuh, “MENORAH” untuk orang YAHUDI dalam tempat lilin bercabang tujuh:Arysio Santos, hal.197) berlangsung ritus magic-religius yang dihadiri lengkap Poros (Kepuhunen), Taran Wanan (Barat), Taran Nekin (Timur), Koten (Utara), Lein (Selatan).
Teryakini PANCASILA terilham dalam sosok Bung KARNO saat berada di kota Ende, Nusa Nipa, Nusa Matahari, wilayah purba Lamaholot: Sila 1. KOTEN, Ketuhanan (Rera-Wulan); Sila 2 . LEIN, Kemanusian (Tanah- Ekan: Manusia); Sila 3. KEPUHUNEN, POROS, Persatuan, (mempersatukan Koten-Lein dan Taran Nekin-Taran Wanan), EKSEKUSI; sila 4. TARAN NEKI, Kerakyatan, Demokrasi Perwakilan, Legislatif; sila 5. TARAN WANAN, Keadilan Sosial, yudikatif. Kalau kalangan Pitagorean, angka 5 itu Poros, maka Bung Karno, angka 3 yang Poros dalam Pancasila !!!!
Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah TimoAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-24973424244660594762012-09-21T22:26:00.002-07:002012-09-21T22:26:57.418-07:00~ DOA UNTUK PARA IMAM ~"Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran. Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; dan Aku mengudus
kan diri-Ku bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran" - Yoh 17:15-19
+
Allah Bapa maha pengasih dan penyayang,
demi cinta kasih-Mu kepada putraMu kami memohon limpahkanlah belas kasih-Mu kepada para Imam, karena Imam kami adalah manusia biasa dengan segala kekuatan dan kelemahannya. Kobarkanlah selalu dalam diri para Imam-Mu Rahmat panggilan yang telah Kau limpahkan dan Kau resmikan dengan urapan Roh Kudus. Jauhkanlah mereka dari segala sesuatu yang mengasingkan mereka dari-Mu dan dari persekutuan umat-Mu.
Utuslah Roh KudusMu yang memampukan para Imam-mu untuk setia dan gigih dalam pelayanan di tengah umat-Mu, membagikan karunia rohani yang Kau hadirkan dalam rahmat sakramen-sakramen Gereja-Mu.
Utuslah Roh Kudus-Mu, Yang melindungi dan menghibur para Imam-Mu, dikala menghadapi sakit dan kesepian, dikala mengalami tantangan dan godaan, semoga para imam-Mu menjadi cahaya kasih yang senantiasa menumbuhkan harapan hidup yang membawa kami, umat-Mu, kepada kesatuan dengan-Mu.
Ya Yesus, Imam Agung yang kekal
Peliharalah para imam-Mu dalam naungan Hati-Mu Yang Mahakudus, di mana tak seorang pun dapat menjamahnya.
Peliharalah agar jangan sampai tangan-tangan mereka yang terurapi menjadi ternoda, yang setiap hari menyentuh Tubuh-Mu yang Kudus.
Peliharalah agar jangan sampai cemar bibir mereka, yang setiap hari dimerahkan oleh Darah-Mu yang Mahasuci.
Peliharalah agar hati mereka, yang dimeteraikan dengan tanda agung imamat, murni dan bebas dari segala ikatan duniawi.
Kiranya kasih-Mu yang kudus melingkupi mereka dan melindungi mereka dari kekejian dunia. Berkatilah karya mereka dengan buah-buah melimpah; kiranya jiwa-jiwa yang mereka layani boleh menjadi sukacita dan penghiburan bagi mereka di dunia ini dan menjadi bagi mereka mahkota indah nan abadi di surga.
Ya Hati Kudus Imam Agung Yesus. kasihanilah mereka.
Ya Hati Tersuci Maria Ratu Para Imam, doakanlah mereka.
Ya Santo Yohanes Maria Vianney, doakanlah mereka.
Amin +Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-40549641446516724582012-09-20T18:41:00.003-07:002012-09-20T18:41:36.233-07:00Yesus Pun MenangisYohanes : 11:31-44
"maka menangislah Yesus" (Yoh. 11:35)
"Sudahlah, jangan menangis. dia sudah senang disorga." Ucapan ini sering kali dipakai untuk menghibur orang yang sedang berduka. walaupun tujuannya baik, ungkapan ini tidak tepat. Benarkah orang kristiani tidak boleh berduka? Apakah menangis itu tanda kurang iman atau kurang tegar?
Satu hari Yesus datang melayat kerumah Maria dan Marta. Keluarga itu sedang berduka karena kematian Lazarus. Kematian memang menimbulkan perpisahan yang terasa perih dihati. ada bagian hidup yang te3rasa kosong ketika orang lain yang dicintai pergi. Apa reaksi Yesus melihat mereka menangis? Yesuspun menangis. Ia berempati, ia merasakan kesedihan mendalam yang menyelimuti segenap keluarga. ini disebut dengan bela rasa: ikut menangis berdsama orang yang menangis. Rasa belaskasihan itulah yang mendorong Yesus membangkitkan Lazarus.
Menangis itu manusiawi, Air mata tidak perlu disimpan jika memang perlu dikeluarkan. Doa yang berisi ratap tangis pun didengar Tuhan, sebab Yesus mengerti bahasa air mata. Bahkan Ia sudi menangis bersama kita. Ada saat didalam hidup, dimana beban kita pikul terasa tak tertanggungkan lagi. hati terasa sesak. jika itu terjadi datanglah kealamat yang tepat: YESUS. Kita dapat curhat kepadaNya! Ia tidak hanya mengerti, melainkan juga bisa memberi solusi. dulu ia membangkitkan Lazarus, kinipun Ia dapat membangkitkan gairah hidup kita.
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-88628572572237845942012-09-19T17:50:00.002-07:002012-09-19T17:50:32.353-07:00DIA MENGASIHI KEKURANGANMUPenampilannya sederhana menggambarkan suasana kampungnya. Dia adalag seorang gadis sekaligus ibu desa. RambutNya dibiarkan terurai. Hari-hari hidupnya adalah menenun seakan sedang menenun benang-benang kasih. Dia<br />
ramah pada semua orang, mencintai semua orang tapi lebih mencintai yang tak dicintai oleh sesamanya karena kekurangan, sakit penyakit dan kelemahan mereka.<br />
<br />
Sosoknya membuat banyak pemuda yang terpikat dan jatuh cinta padanya. Namun dia tidak menjadikan jatuh cinta kaum Adam itu sebagai miliknya sendiri tetapi membawa rasa cinta sosok Adam itu pada Iman dan harapan di balik kelemahan dan kekurangan mereka. Setiap saat ia harus menanggung derita dan duka oleh karena duri-duri dosa yang semakin menyayat luka sang Putranya. Tetesan air matanya adalah ratapan Cinta sang ibu karena kelemahan anak-anaknya. Dia berduka bukan karena dia marah, tapi dia mengasihi lebih dari kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Tangisannya adalah tangisan Kasih yang membawa perdamaian dan pertobatan putra-putrinya.<br />
<br />
Di balik kesederhanaan sebagai gadis dan ibu desa, ia melantunkan kidung pujian memuji Sang Kasih yang mengasihinya bukan karena kelebihan dan rupa wajahnya yang mempesona, tapi karena Sang Kasih yang telah mengasihinya karena kesederhanaannya. Di balik air mata dukanya ia mendaraskan Mazmur pujian cinta karena di balik kesederhanaanya Sang Kasih telah menjadikan hidup dan dirinya sebagai samudra kasih untuk yang lain.<br />
<br />
Demikian gadis desa ini menorehkan sebuah goresan kasih dalam langkah laku hidupnya. Ia mengasihi bukan karena kegantengan atau kecantikan. Dia mengasihi bukan karena status dan kedudukan. Melainkan dia mengasihi karena kekurangan. Dan di balik kekurangan yang dikasihi itu, ia mengisihinya dengan Kasih melimpah. Dia mengasihi mereka yang kekurangan kesabaran lantaran dengan demikian ia mampu mengisi kesabaran pada mereka. Dia mengasihi mereka yang kurang rendah hati, karena dengan demikian ia mampu mengairi hidup mereka dengan kerendahan hati. Dia mengasihi mereka yang pencemburu, karena dengan demikian ia mampu mengisi hati dan budi mereka dengan semangat percaya. Dia mengasihi mereka yang berdosa, karena dengan demikian ia mampu membasahi jiawa mereka dengan butiran air matanya menuju perdamaian dan pertobatan.<br />
<br />
Gadis desa yang sederhana nan bersahaja mengasihi bukan karena kelebihan melainkan karena kekurangan dalam duka dan deritanya, dalam tangisan dan ratapan air mata Kasihnya agar tumbuh Harapan yang kokoh kuat dan teguh berdiri dalam Iman. Ia yang sederhana, menjadikan Kasih sang Ilahi sebagai kekayaan rohani hidupnya. Ia yang berduka, yang menangisi kita telah mejadikan kekurangan kita untuk semakin mengasihi dan membawa kita kembali kepada Putranya dalam sikap tobat suasana damai. Kasihnya semakin nyata di saat ia mendoakan dan mempersembahkan hidup kita yang kekurangan Kasih agar hidup dalam Kasih Sang Khalik.<br />
<br />
Dia yang adalah gadis desa, ibu kita semua telah mengasihi kita bukan karena kegantengan, kecantikan, kelebihan, status dan kedudukan melainkan karena kekurangan kita, MAMPUKAH KITAPUN MENGASIHI KARENA KEKURANGAN SESAMA KITA DAN BUKAN KARENA KEGANTENGAN, KECANTIKAN, STATUS DAN KEDUDUKAN? LANTARA DI ANTARA IMAN, HARAPAN DAN KASIH...YANG TERBESAR, UTAMA ADALAH KASIH (1Kor 12:31-13:13)....<br />
<br />
Kumengasihimu karena kekuranganmu<br />
HR. SP. Maria La Salette<br />
Lie Jelivan msf<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-14986390402950417362012-09-18T18:29:00.002-07:002012-09-18T18:29:44.761-07:00PERSEKUTUAN DALAM PERBEDAAN YANG SALING MELENGKAPIPribahasa bijak Madagascar mengatakan; Aleo very ny tsikalam-kalam mbola toy izay very ny tsikalam-kalam phiavanana (Lebih baik kehilangan harta kekayaan dari pada kehilangan kekayaan). Ya<br />
ng diperindah dalam sepenggal lagu Samy Malagasy (Sama-sama Malagsy); Kebersamaan, Saling mengasihi itu yang paling penting meski berbeda warna kulit, berbeda suku, berbeda kebiasaan namun kita tetap satu Malagsy. Pribahasa bijak dan senandung lagu yang sangat reflektif dan inspiratif tidak sekedar diungkapkan sebagai rangkai kata-kata indah, melainkan diterjemahkan dalam wujud kehidupan bersama, kekeluargaan yang terbuka saling memberi dan menerima.<br />
<br />
Di Indonesia ada slogan klasik; “Bhineka Tunggal Ika” Berbeda-beda namun satu yang dibangun atas dasar pilar Pancasila. Namun slogan inipun masih jauh dari sebuah terjemahan dalam tindakan nyata yang menjadikan bukan menjadikan perbedaan sebagai persatuaan tetapi justru melihat perbedaan sebagai monster yang menggerogoti kemapanan sehingga lahir kekerasan demi kekerasan dari rahim yang menamakan diri Nasionalis dan agamawan.<br />
<br />
Dalam Gereja Katolik kitapun mengakui persekutuan dalam Iman: Manusia dengan Allah, Manusia dengan manusia dan manusia dengan para kudus yang merupakan perwujudan konkret persekutuan Allah Tritunggal di dunia ini. Seperti Allah Tritunggal yang memainkan peran masing-masing namun saling memberi dan menerima atas dasar CINTA ILAHI, kitapun diharapkan untuk memainkan peran masing-masing sesuai dengan talenta dan kemampuan kita atas dasar CINTA ILAHI. Namun dalam kenyataan masih saja ada perpecahan karena beberapa anggota persekutuan “oknum” yang tidak mau bersekutu dan memainkan peran karena perbedaan suku dan status. Belum lagi semangat yang menganggap remeh orang lain, mau menang dan merasa paling hebat sendiri, merasa paling bisa melakukan segala sesuatu tanpa perlu bantuan orang lain. Di sisi lain ada yang “menyembunyikan” kemampuan dan talenta untuk kepentingannya sendiri tanpa mau berbagi, bahkan ada juga yang hanya menunggu. Munculnya ragam kelompok kategorial yang menjadi perwujudan konkret persatuan dan permainan peran dalam komunitas kecil yang diharapkan mampu menjadi pintu yang membuka diri menuju persatuan justru seringkali oleh segelintir orang menjadikannya sebagai kelompok tertutup dan menutup diri, bahkan tidak jarang malah menjadi ajang sentimen saling bergunjing dalam isu, kalau tidak ikut kelompok kami kalian belum Anak Allah, kelompok kami lebih bagus, jangan ikut kelompok yang di sana. Belum lagi, ada yang merasa mendapatkan karunia apapun yang diharapkan untuk menjadi nabi dan imam dalam Gereja yang menghadirkan karya keselamatan Allah di dunia ini justru dijadikan sebagai sarana komersialisasi demi memperkaya diri. Ada prinsip do ut des (memberi dengan pamri) dari karunia yang diterima secara cuma-cuma dari Allah di balik kata suci pelayanan.<br />
<br />
Ragam karunia diberikan Allah secara gratis kepada kita umat kesayanganNya untuk menghadirkan KerjaanNya di tengah persekutuan iman di dalam dunia. Ragam karunia itu mengungkapkan Gereja Perantau “Gereja Peziarah” yang terbuka terhadap dan bagi semua orang untuk memainkan peran masing-masing demi membangun persekutuan Iman di dalam satu Gereja yang disebut Katolik. Tak ada yang merasa lebih dan kurang. Kekurangan satu anggota, menjadi kekurangan bersama. Kelebihan satu anggota menjadi kelebihan Gereja. Perbedaan Karunia adalah cara Allah memanggil kita untuk saling melengkapi satu sama lain sebagai satu Tubuh menuju persatuan dalam semangat persekutuan IMAN dan CINTA karena PERBEDAAN adalah Anugerah Allah juga untuk saling melengkapi (bdk. 1Kor 12:12-14.27-31a).<br />
<br />
Jangan ada dusta di antara kita<br />
Ziarah Bathin anak Tepian Mahakam <br />
Lie Jelivan msf<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-28389017340594879882012-09-17T18:42:00.002-07:002012-09-17T18:42:46.218-07:00PERAHU RETAK(Renung Keretakan Perahu Katolik dalam ragam Group FB berbendera Katolik)<br />
<br />
Kita tentu tidak pernah lupa akan sebuah lagu perjuangan, lagu keprihatinan penyanyi kondang Franky Sahilatua; “PERAHU RETAK” yang menggambarkan terpec<br />
ah belahnya kehidupan bernegara dan bermasyarakat oleh karena keserakahan diagungkan, namun terbersit harapan akan persatuan itu. Lagu ini menginspirasi saya ketika sadar bahwa dalam perahu Iman Katolik kita juga seringkali mudah retak oleh karena mengagungkan kesombongan.<br />
<br />
FB sang dunia maya seakan menjadi perahu bagi semua orang, semua kalangan, semua agama dan budaya serta suku menyatu dalam “perahu” FB. Belum lagi banyak Group di FB dengan beragam aliran, nuansa agama dan kesukuan termasuk salah satunya adalah lahir beragama Group FB yang bernuanasa Agama Katolik, sebut saja: Mempertanggungjawabkan Iman Katolik (MIK), Persahabatan Katolik (Perkat), Bangga Menjadi Katolik dan nama lain yang tetap menunjukan Identitas Katolik. Aneka Group FB berbenderakan Katolik menjadi perahu yang menghimpun insan Katolik dari berbagai penjuru dunia minimal di Indonesia untuk masuk dalam satu kesatuan perahu Katolik, saling meneguhkan dan menguatkan lewat postingan dan pencerahan beragama ide dari selaksa akal cerdas dan budi kritikus.<br />
<br />
Namun sayang...dalam perjalanan waktu Group FB yang berperahukan Katolik ini dalam perjalanan waktu mulai retak oleh karena kesombongan yang diagungkan. Ragam Group FB Katolik yang diharapkan menjadi perahu Iman bagi insannya menyusuri gelombang, menumbuhkan semangat kesaksian justru jadi ajang mempertontonkan kesombongan budi, menjadi panggung mendewakan kepintaran tanpa mau menerima pendapat orang lain, namun justru saling berdebat bahkan sampai pada “sumpah serapah” dan “cemooh”. Postingan yang disusul komentar-komentar pencerahan untuk saling belajar meneguhkan dan menguatkan satu sama lain justru jadi arena perdebatan yang mengandalkan rasionalitas dan bukan Iman. Akhirnya Persatuan yang diharapkan dalam ragam perahu FB berbenderakan Katolik tersobek dan retak akibat persatuan yang mengagungkan kepintaran, kesombongan dan bukan Iman.<br />
<br />
Benar kata St. Paulus dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus (11:17-26), persatuan kita mudah retak dan pecah karena kita bersatu bukan karena Iman untuk menjadi Roti dengan saling berbagi ide, gagasan yang mencerahkan dan meneguhkan iman satu sama lain, tapi justru kita bersatu karena mau memamerkan keegoisan dan keangkuhan kita masing-masing yang meretakan perahu persatuan di antara kita. Perahu Katolik tidak mungkin akan retak, ketika Group FB berperahukan Katolik dibangun atas dasar Iman, bahwa pengetahuan dan kecerdasan kita akan ajaran Gereja Katolik sejatinya harus menjadi Roti; terbagi dan berbagi demi perkembangan Iman yang lain dan bukannya egois mempertahankan keangkuhan kita dalam debat kusir yang berujung pada “penghinaan” pribadi. Kita bersatu karena Iman dan bukan keegoisan...Retaknya perahu iman kita dalam perahu Katolik dalam selaksa Group FB berbenderakan Katolik lantaran:<br />
di tengah perjalanan muncullah ketimpangan, yang salah dipertahankan, yang benar disingkirkan karena satu kenyang kesombongan, seribu kelaparan, keserakahan dan keangkuhan diagungkan.<br />
<br />
Bersatu bukan karena kepintaran<br />
<br />
Lie Jelivan msf<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-36773798227703594202012-09-16T17:41:00.002-07:002012-09-16T17:41:49.178-07:00MENANAM PERBEDAAN, MENUAI ITTIHAD (PERSATUAN)MENANAM PERBEDAAN, MENUAI ITTIHAD (PERSATUAN)<br />
<br />
Kubaca kembali sms dari Mas Haji Joko Bagus Widodo, s.Ag, pemimpin dan pengelolah Pondok Pesantren Ittihad (Persatuan) Lempake; “Pastor Kopong, Surat KOMKA Paroki St. Lukas telah kami terima. O<br />
ke 100 persen. Tak perlu dipertimbangkan atau ditimbang, okey 1.000.000 persen” Romo. Demikian bunyi sms yang dikirimkan kepada saya pukul 03.00 wita subuh tanggal 11 September 2012. Berawal dari silaturahmi singkat tanggal 06 September 2012 bersama sebagian Orang Muda Katolik paroki St. Lukas dan teman-teman Organ Pergerakan Forum Pelangi Kaltim dalam Gerakan PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Samarinda yang diisi dengan obrolan-obrolan kekeluargaan dan cerita singkat penuh kekaguman pada sosok bapak Pluralitas Gus Dur di kantor mas Agus demikian aku menyapanya, OMK St. Lukas langsung merangkai tali silaturahmi ini dengan merencanakan melakukan Penghijauan dan pembersihan lingkungan di lingkungan Pondok Pesantren Ittihad.<br />
<br />
Sebuah perencanaan yang singkat namun cukup cepat segera dilaksanakan. Teman-teman OMK mulai membentuk panitia kecil untuk memulai sebuah gerakan pengumpulan tanaman dan bibit. Gerakan yang mengungkapkan iman persaudaraan, semangat persatuan dalam rajutan tali siturahmi di tengah bangsa yang sedang dicabik-cabik oleh kesombongan rohani atas nama agama, di tengah wajah Republik yang sedang dirajam oleh suara-suara yang tidak menghendaki keberagaman. Saya dan teman-teman OMK sadar, bahwa nurani kami sejatinya dibangunkan dari tidur kami yang selama ini takut akan perbedaan, yang selama ini galau oleh keberagaman dengan membawa pesan perdamaian dalam kidung kekeluargaan yang menyatukan perbedaan tanpa harus meleburkan identitas dalam simbol GOTONG ROYONG yang menanam Perbedaan menuai Ittihad di Pondok Ittihad Lempake.<br />
<br />
Semangat untuk membalut luka wajah bangsa yang tercabik oleh kekerasan atas nama agama memberikan semangat baru bagi teman-teman OMK untuk membuka diri merangkai perbedaan bagai kembang warna-warni yang tumbuh dan hidup di antara ragam pepohonan dan aneka rerumputan yang memberikan kesegaran dan suasana hijau, damai dan sejuk. Kami sadar bahwa kami berbeda namun bukan berarti kami diam untuk membalut luka. Kami sadar bahwa kami tidak begitu saja mengakui kebenaran mereka, demikian juga mereka tidak dengan mudah mengakui kebenaran iman kami namun itu bukan penghalang bagi jiwa muda kami untuk menjadikan kebenaran iman kami masing-masing untuk bersaksi tentang CINTA di persada ini.<br />
<br />
Jiwa yang dahaga akan kedamaian, sukma yang haus akan persaudaraan, bathin yang merindukan kesejukan, hati yang membuka diri untuk ditanami kembang persatuan dalam perbedaan mengantar kami pagi ini di hari nan kudus untuk bersaksi tentang CINTA, tentang DAMAI DAN PERSAUDARAAN di pelataran pondok Ittihad yang ramah membumikan warta persatuan, menanam pohon kekeluargaan, membersihkan sisi bathin yang kotor penuh iri dan dengki.<br />
<br />
Di sisi bukit pondok Ittihad yang hijau menyejukan ruang-ruang bathin kami bersaksi tentang PERBEDAAN YANG MENYATUKAN dalam ragam pepohonan dan kembang yang kami tanam simbol menjaga dan melestarikan kebersamaan seirama melestarikan lingkungan hidup. Di ruang-ruang kehidupan isan penghuni Pondok Pesantren Ittihad kami mainkan nada-nada sabu, menyapu bersih sisi-sisi kekotoran simbol mengebaskan debu iri dan dengki menjadi jiwa yang bersih membangun persatuan dalam perbedaan tanpa curiga, mengorek tumpukan tanah jadi sebuah aliran air bagai memperdalam jiwa dan iman mengalirkan air kehidupan untuk saling memberi minum di kala dahaga damai meminta diisi satu sama lain, dan menyatukan rasa dalam santap persaudaraan yang sederhana namun memperkaya tali silaturahmi. Di Pondok Ittihad, kami satukan tekad perdamaian dan persaudaraan kami, semoga POHON PERBEDAAN INI KELAK MENUAI ITTIHAD (PERSATUAN) MENJADI ATAP PERSAUDARAAN DALAM DAMAI.<br />
<br />
Suara Persaudaraan OMK bersama Pesantren Ittihad Lempake<br />
<br />
Lie Jelivan msf<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-1288376311463626792012-09-15T18:29:00.000-07:002012-09-15T18:29:35.904-07:00ENYALAH IBLIS !!!Saat kampanye entah pilpres, pileg, pilkada tiba, banyak calon sangat pandai berbicara, pandai menebar janji; Pilih Aku, Rakyat Sejahterah. Pilih aku, pembangunan akan merata, jalan-jalan jadi baik, tidak macet, bebas koru<br />
psi. Demikianlah bibir-bibir pengumbar janji demi menghipnotis simpati massa agar memilihnya. Berbagai macam cara mulai dengan baliho, pamflet dan spanduk atau iklan di TV dilakukannya agar dikenal sebagai calon sosok pemimpin yang “baik, bagus, Katolik sejati, Islam Sejati, Hindu, Budha, Konghuchu tulen”. Setelah melalui berbagai media perkenalan dan dikenal meski kadang hanya lewat spanduk, baliho maupun pamflet, massapun akhirnya memilih dia. Dan setelah terpilih kata-kata manis yang dijanjikan hanya berhenti pada memperkaya diri. Yang sejati dan tulen bukan lagi Iman dan agamanya tetapi yang sejati dan tulen adalah menjadi seorang koruptor, menjadi penindas masyarakatnya sendiri, bahkan “mesianisme” kepemimpinan yang diharapkan masyarakat seperti janjinya saat kampanye berubah menjadi “iblisisme” yang bertindak menurut kemauan, kekuasaannya sendiri, yang bertindak menyelamatkan nyawanya sendiri, menyelamatkan yang mampu memberi sogokan lebih besar dari pada rakyat kecil dan tertindas.<br />
<br />
Kitapun sama, saat baptisan berjanji tidak judi, menjadi pembela keadilan dan kebenaran, menolak segala bentuk takhayul. Saat Menikah lantang berkumandang berjanji; setia sehidup semati dalam untung maupun malang, sakit maupun sehat, suka maupun duka. Saat Kaul maupun tahbisan berjanji; setia seumur hidup, miskin, taat dan murni seumur hidup, bahkan selalu siap diutus kemana saja, melayani siapa saja tanpa pandang bulu, status maupun kedudukan. Dalam doa-doa; kita bilang Yesus Andalanku, Yesus Kekuatanku, Yesus Sahabatku, Yesus Kekasih yang mengasihiku, kumau ikut jalan Yesus. Demikian mantap tegas janji dan slogan doa kita pada Yesus. Namun ketika datang masalah dalam keluarga, keluar kata-kata pisah saja kita, pulang saja ke orang tuamu dari pada kata maaf dalam kerendahan hati untuk mendengarkan dan menerima serta mengaku bersalah. Lantang tegas mengikrarkan janji baptis, namun kita kadang masih lebih percaya pada takhayul, dukun, kita lebih mencari aman dan nyaman serta bungkam untuk mengatakan keadilan dan kebenaran ketika ada masalah pengrusakan lingkungan hidup di sekitar kita. Kita berjanji hidup miskin (sederhana) setia seumur hidup, siap melayani dimana saja diutus, namun punya hp satu kecewa, ketika diutus ke pedalaman bukannya mengatakan Ya saya siap, tapi masih bertanya; bapak uskup, Provinsial di sana ada atau tidak signal? Kita mengatakan siap namun diiringi rasa takut ketika apa yang yang kita inginkan tidak sesuai dengan harapan pribadi. Kita kehilangan “Mesianisme” Yesus Kristus dalam hidup dan diri kita karena lebih mementingkan keinginan dan kehendak pribadi; memperkaya diri, menyelamatkan kesenangan pribadi dari pada memperkaya dan menyelamatkan sesama dengan CINTA DAN PENGORBANAN Kristus Sang Mesias sendiri.<br />
<br />
Pengenal pribadi akan Yesus sebagai Mesias tidak hanya berhenti pada doa, janji sebagai orang beragama. Pengenalan Pribadi akan Yesus sebagai Mesias sejatinya dan memang wajib bagi kita untuk menjadi orang beriman dalam perbuatan nyata, di dalam keluarga, komunitas dan masyarakat kita yaitu mewujudkan iman kita dari doa, dan janji MENJADI TINDAKAN DAN PERBUATAN NYATA yaitu berani menjadi orang miskin yang mampu menyangkal/membebaskan diri kita dari kelekatan pribadi, membebaskan diri kita dari rasa nyaman dan aman pribadi dan memperkaya diri kita serta sesama dengan CINTA, MAAF, KERENDAHAN HATI TAK BERSYARAT dalam pengorbanan (Yak 2:14-18). Kita dipanggil dan diutus menjadi Mesias bagi sesama dengan MEMPERKAYA DAN MENYELAMATKAN SESAMA DENGAN CINTA KASIH DAN PENGORBANAN KRISTUS sendiri meski kita harus menderita dan mengorbankan kehendak pribadi. Jika tidak maka kitapun akan dihardik oleh Yesus melalui sesama kita; “ENYALAH IBLIS...!!! (Mrk 8:27-35).<br />
<br />
Memperkaya sesama dengan Cinta<br />
Minggu Biasa XXIV : 16 September 2012<br />
Lie Jelivan msf<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-90561028127353202882012-09-13T19:41:00.000-07:002012-09-13T19:41:03.293-07:00BERANI HIDUP, BERANI MATIFilifi 1:20-26<br />
" karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan "<br />
para pelaku bom bunuh diri kelihatannya sangat berani. bayangkan: ia tahu akan hancur lebur, tetapai tetap nekad meledakkan bom yang melilit dirinya. ya, mereka heroik daripada sekedar berani mati, yakni berani hidup. tegar menghadapi hidup yang keras danpenuh penderitaan dengan tabah.<br />
rasul Paulus adalah seorang yang berani hidup, sekaligus juga berani mati. " Hidup adalah Kristus", katanya. baginya, alasan terkuat untuk hidup adalah melakukan perbuatan yang memuliakan nama Allah: melayani jemaat, menolong sesama, serta memberitakan kasih Allah. mati adalah keuntungan. untung, sebab bisa bertemu dengan Kristusmuka dengan muka. Bisa beristirahat dari jerih lelah didunia. Jadi baik hidup maupun mari sama baik dan sama indahnya. namun Paulus lebih memilih untuk hidup " karena kamu." karena itu ia masih ingin berbuat banyak hal demi menjadi berkat bagi sesamanya. Ia bergairah hidup, Karena agenda kerjanya penuh dengan cita-cita mulia. <br />
Hidup ini indah, asalkan visinya jelas. jika visi hidup kita adalah mau menjadi penyalur berkat, kita pun bisa hidup seperti Paulus. Hidup senang, mati pun tenang. sebaliknya hidup yang hanya memikirkan diri sendiri akan sangat membosankan. apakah visi hidup anda? untuk siapa dan untuk apa anda hidup?<br />
<br />
Permenungan :<br />
Tinggalkan teralis besi buatanmu sendiri: kerakuran dan keegoisan hidup.<br />
bukalah dirimu bagi sesama, rangkul mereka. bila bunga kasihmekar dihatimu, engkau akan berani hidup dan berani mati.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-44759666461949864412012-09-12T18:22:00.000-07:002012-09-12T18:22:55.906-07:00LEMBAGA PENDIDIKAN KATOLIK: TINGGAL SEBUAH NAMA...??Sekitar era tahun 40an, lembaga-lembaga Pendidikan Katolik menjadi salah satu lembaga pendidikan yang diminati banyak orang dari berbagai macam suku, agama dan budaya. Lembaga-lembaga Pe<br />
ndidikan Katolik saat itu banyak melahirkan manusia-manusia berkualitas yang mampu mempengaruhi dan memberi warna di berbagai aspek kehidupan Republik ini. Singkat kata Lembaga Pendidikan Katolik era itu menjadi salah satu favorit dari sekian lembaga pendidikan yang berdiri pertama-tama bukan karena bangunannya melainkan karena mutunya baik dari para siswanya maupun para pendidik dan pengelolahnya. Paling tidak pada era 40an kualitas dan keunggulan lembaga-lembaga pendidikan Katolik tidak diragukan dan ketika menyebut nama sekolah Katolik yang langsung dikenal adalah kualitasnya dari segi kedisiplinan, dan keunggulan di bidang bahasa dan kaderisasi.<br />
<br />
Namun seiring perkembangan zaman, di mana lahir banyak lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya dan juga lembaga pendidikan negri yang tidak diragukan juga kualitasnya lembaga pendidikan Katolik seakan bukan lagi menjadi salah satu favorite lagi. Memang masih ada yang menjadi favorite, namun tidak sebanyak duluh. Bahkan di beberapa tempat, beberapa Lembaga Pendidikan Katolik terpaksa tutup karena tidak ada siswa. Bahkan ada beberapa tempat yang terpaksa menjual yayasan bersama sekolah pada pihak pemerintah atas alasan keungan yang tidak normal lagi. Terhadap kenyataan ini banyak dari kita yang berkelit; yah mau gimana lagi, memang semakin banyak sekolah sich. Kita saling mempersalahkan manajemen Yayasan, atau pihak lain yang paling bertanggung jawab atas lembaga pendidikan Katolik.<br />
<br />
Di saat semakin banyaknya sekolah-sekolah negeri dan swasta non Katolik yang terus berkembang dari segi bangunan dan mutu pendidikan, lembaga pendidikan Katolik seakan tenggelam dalam kecemasan akan kekurangan siswa dan tenggelam dalam gerutu para orang tua atas biaya yang sangat mahal namun tidak didukung oleh para guru yang berkualitas. Di beberapa sekolah Katolik, bahkan guru yang diterima tidak sesuai dengan bidang disiplin yang dipelajari selama bangku kuliah. Bahkan sebagian guru yang bermental enak, memberi pekerjaan rumah selesai. Belum lagi masih diperparah oleh mentalitas beberapa pengelolah Lembaga Pendidikan Katolik yang komersial; pas-pasan atau bodoh tidak apa-apa yang penting bayarannya, akhirnya sistem KKN pun berlaku; bodoh asal berduit bisa masuk, sedang yang pintar dan cerdas terpaksa ditolak atau dibangkucadangkan yang kemudian justru mereka-mereka yang ditolak ini menjadi penentu mutu di lembaga pendidikan non Katolik yang lain.<br />
<br />
Keprihatinan lain mucul dari para guru. Pihak Yayasan maupun sekolah menuntut pengajaran yang kreativ dan inovatif dari para guru untuk meningkatkan mutu para siswa. Namun kendala datang lagi, sebuah tuntutan tidak diimbangi dengan perhatian kesejahteraan yang layak bagi para pendidik sehingga para gurupun jadi ogah-ogahan untuk mengajar atau bahkan belum setahun mengajar sudah pergi meninggalkan sekolah itu dan mengabdi pada sekolah non Katolik yang jaminan kesejahteraannya lebih memadai. Inipun berpengaruh pada mutu pendidikan Katolik, karena perginya satu guru dan datangnya satu guru yang mengajar mata pelajaran yang sama namun berbeda dalam cara mengajar termasuk buku pegangan yang digunakan akhirnya membingungkan para terdidik sendiri.<br />
<br />
Kalau zaman, duluh era tahun 40 yang belum didukung sarana dan pra sarana memadai, namun ketika menyebut nama sekolah Katolik, kebanyakan orang langsung mengenal bukan dari sekedar nama Katoliknya atau bangunannya, tapi langsung mengatakan wah...sekolah Katolik itu benar-benar bagus, terkenal disiplinya, para siswanya pinta dan kreative, dan kalau soal bahasa asing, ehmm hebat-hebat para siswanya. Namun sekarang kebanggaan kualitas pada dunia pendidikan Katolik yang didukung berbagai macam sarana dan pra sarana yang sangat memadai, justru sepertinya hanya tinggal sebuah nama...Kita kalah bersaing dalam segalanya...<br />
<br />
Jika mau menjadikan lembaga pendidikan Katolik menjadi lembaga pendidikan yang berkualitas di tengah persaingan lembaga-lembaga pendidikan non Katolik yang terus membangun perkembangan, maka para pengelolah lembaga pendidikan Katolik tidak perlu menunggu lebih lama tapi mulai melakukan pembenahan diri mulai dari: Pertama; Manajemen pengelolaan lembaga pendidikan, Hilangkan komersialisasi pendidikan, hapus KKN di lingkungan pendidikan, sistem penyeleksian guru yang ketat diserta perhatian akan kesejahteraan para pendidik dan seluruh karyawan yang memadai serta menjadikan lembaga pendidikan Katolik sebagai lembaga KADERISASI, tidak sekedar menuntut para siswa memperoleh nilai yang tinggi, tapi membentuk kepribadian para siswa sebagai seorang KADER masa depan.<br />
<br />
Lebih dari itu, pihak pengelolah lembaga pendidikan Katolik harus fokus pada beberapa bidang pendidikan yang menunjukan kualitas dan kekhasan sekolah tersebut. Sehingga ketika kita menyebut salah satu SD, SMP atau SMA dan SMK Katolik, orang langsung tahu bahwa SD, SMP, SMA dan SMK tersebut memiliki keunggulan khas misalnya di bidang bahasa asing atau Matematika atau Teknik Komputer yang tidak dimiliki oleh sekolah-sekolah lain non Katolik. Jika tidak, maka LEMBAGA PENDIDIKAN KATOLIK: TINGGAL SEBUAH NAMA. Terima kasih...hanya sebuah pemikiran...<br />
<br />
Relung Renung di Pinggiran Jl. A. Yani<br />
<br />
Lie Jelivan msf<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4721105374235380070.post-13069844632764316332012-09-11T17:55:00.000-07:002012-09-11T17:55:14.117-07:00TUHAN SEDANG MENTERTAWAI KESOMBONGAN ROHANI KITASeharian ini aku mencoba menguping di ruang sebelah, yang dihuni oleh para pengikut Kristus yang jelas seagama denganku. Mereka sedang berdiskusi, sampai pada debat dan akhirnya sampai emosi<br />
membicarakan soal keselamatan di luar Gereja Katolik. Setelah kuhitung ada 180 comentar yang bernada pencerahan, maupun bernada debat penuh emosi. Dari 180 comentar aku hanyak sekali menyumbang satu comentar. Namun ada juga dengan penuh semangat memberikan ide-ide cemerlang, namun tidak mau menerima ide-ide pencerahan dari yang lain. Berkelit dengan pemahaman dan konsep eksklusivenya.<br />
<br />
Mereka sedang mendiskusikan dan memperdebatkan salah satu dogma, ajaran resmi Gereja pra konsili Vatikan II; Extra Ecclesiam Nulla Salus (EENS): Di luar Gereja Tidak ada keselamatan. Ada pendapat yang menegaskan bahwa di luar Gereja tetap ada keselamatan, karena Rahmat Allah juga bekerja dalam diri mereka dan ada tanggapan dari mereka terhadap rahmat Allah itu seperti yang dikatakan dalam LG.16. Pendapat lain, bahwa sebagai dogma EENS ditunjukan kepada para anggota Gereja Katolik untuk meneguhkan dan menguatkan iman namun bukan berarti membuat kita menutup mata terhadap Rahmat Keselamatan Allah pada dan bagi mereka yang berada di luar Gereja Katolik. EENS tidak pernah ditolak, namun jangan sampai melahirkan kesombongan rohani karena keselamatan tidak semata-mata menjadi milik Gereja Katolik. Dalam iman kita tetap mengakui bahwa hanya Gereja Katolik yang diselamatkan, itu untuk membangun kekuatan Iman ke dalam para anggotanya, namun bukan mengklaim bahwa yang di luar sana tidak ada keselamatan.<br />
<br />
Lah kalau demikian, lalu untuk apa mereka beragama? Apakah merekapun harus dipaksakan menjadi Katolik supaya selamat? Padahal menganut salah satu agama itu bukan soal ajaran benar atau tidak tetapi soal SENSUS FIDEI (PERASAAN IMAN). Ah kita terlalu membuang energi untuk mengklaim sebagai yang hanya diselamatkan yang melahirkan kesombongan rohani. Kemarin kita mencercah FPI yang sering melakukan kekerasan atas nama agama, sebagai pembela Tuhan. Kita mencercah pemerintah di beberapa wilayah yang tidak mau mengeluarkan IMB. Namun hari ini kita berdiskusi dan mengklaim sebagai kelompok yang hanya diselamatkan, sedang di luar sana tidak ada, bukankah kitapun sedang menebar kekerasan secara psikologis bagi umat beragama lain.<br />
<br />
Akhirnya sayapun angkat bicara dalam sebuah guratan comentar; Di luar Gerejapun mereka diselamatkan...yang dibutuhkan selain iman akan Yesus Kristus namun juga kerendahan hati dan jangan sampai menjadi kesombongan Rohani. Sebab Yesus sendiripun bersabda: Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga. Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!" (Mat 7:21-24). Karena bisa saja kita yang setiap saat mengaku beriman pada Kristus dan pasti diselamatkan namun cara hidup dan semangat hidup kita yang merupakan perwujudan iman dalam tindakan nyata tidak selaras dengan semangat dan cara hidup Yesus, maka jujurlah padaNya kita layak disebut penjahat....<br />
<br />
Aku kembali merenung, EENS sebagai dogma diberikan agar kita semakin menguatkan iman kita pada Yesus sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup agar kitapun mampu menjadi jalan, kebenaran dan hidup bagi sesama dan bukannya EENS dipakai sebagai landasan diselamatkannya anggota Gereja Katolik sedangkan yang diluar tidak diselamatkan. Berhentilah untuk membangun kesombongan rohani yang sedang menebar kekerasan psikologis bagi agama lain karena Tuhanpun ikut mentertawai kita yang sedang membuang energi demi sebuah dogma EENS. Sebaiknya mari kita mempraktekan dan bukan berteori tentang EENS...!!!<br />
<br />
Bumi Etam, Kota Tepian Samarinda: <br />
Lie Jelivan MSF<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/12195830529979602925noreply@blogger.com3