Powered by Blogger.

Pages - Menu

Wednesday, September 12, 2012

LEMBAGA PENDIDIKAN KATOLIK: TINGGAL SEBUAH NAMA...??

Sekitar era tahun 40an, lembaga-lembaga Pendidikan Katolik menjadi salah satu lembaga pendidikan yang diminati banyak orang dari berbagai macam suku, agama dan budaya. Lembaga-lembaga Pe
ndidikan Katolik saat itu banyak melahirkan manusia-manusia berkualitas yang mampu mempengaruhi dan memberi warna di berbagai aspek kehidupan Republik ini. Singkat kata Lembaga Pendidikan Katolik era itu menjadi salah satu favorit dari sekian lembaga pendidikan yang berdiri pertama-tama bukan karena bangunannya melainkan karena mutunya baik dari para siswanya maupun para pendidik dan pengelolahnya. Paling tidak pada era 40an kualitas dan keunggulan lembaga-lembaga pendidikan Katolik tidak diragukan dan ketika menyebut nama sekolah Katolik yang langsung dikenal adalah kualitasnya dari segi kedisiplinan, dan keunggulan di bidang bahasa dan kaderisasi.

Namun seiring perkembangan zaman, di mana lahir banyak lembaga-lembaga pendidikan swasta lainnya dan juga lembaga pendidikan negri yang tidak diragukan juga kualitasnya lembaga pendidikan Katolik seakan bukan lagi menjadi salah satu favorite lagi. Memang masih ada yang menjadi favorite, namun tidak sebanyak duluh. Bahkan di beberapa tempat, beberapa Lembaga Pendidikan Katolik terpaksa tutup karena tidak ada siswa. Bahkan ada beberapa tempat yang terpaksa menjual yayasan bersama sekolah pada pihak pemerintah atas alasan keungan yang tidak normal lagi. Terhadap kenyataan ini banyak dari kita yang berkelit; yah mau gimana lagi, memang semakin banyak sekolah sich. Kita saling mempersalahkan manajemen Yayasan, atau pihak lain yang paling bertanggung jawab atas lembaga pendidikan Katolik.

Di saat semakin banyaknya sekolah-sekolah negeri dan swasta non Katolik yang terus berkembang dari segi bangunan dan mutu pendidikan, lembaga pendidikan Katolik seakan tenggelam dalam kecemasan akan kekurangan siswa dan tenggelam dalam gerutu para orang tua atas biaya yang sangat mahal namun tidak didukung oleh para guru yang berkualitas. Di beberapa sekolah Katolik, bahkan guru yang diterima tidak sesuai dengan bidang disiplin yang dipelajari selama bangku kuliah. Bahkan sebagian guru yang bermental enak, memberi pekerjaan rumah selesai. Belum lagi masih diperparah oleh mentalitas beberapa pengelolah Lembaga Pendidikan Katolik yang komersial; pas-pasan atau bodoh tidak apa-apa yang penting bayarannya, akhirnya sistem KKN pun berlaku; bodoh asal berduit bisa masuk, sedang yang pintar dan cerdas terpaksa ditolak atau dibangkucadangkan yang kemudian justru mereka-mereka yang ditolak ini menjadi penentu mutu di lembaga pendidikan non Katolik yang lain.

Keprihatinan lain mucul dari para guru. Pihak Yayasan maupun sekolah menuntut pengajaran yang kreativ dan inovatif dari para guru untuk meningkatkan mutu para siswa. Namun kendala datang lagi, sebuah tuntutan tidak diimbangi dengan perhatian kesejahteraan yang layak bagi para pendidik sehingga para gurupun jadi ogah-ogahan untuk mengajar atau bahkan belum setahun mengajar sudah pergi meninggalkan sekolah itu dan mengabdi pada sekolah non Katolik yang jaminan kesejahteraannya lebih memadai. Inipun berpengaruh pada mutu pendidikan Katolik, karena perginya satu guru dan datangnya satu guru yang mengajar mata pelajaran yang sama namun berbeda dalam cara mengajar termasuk buku pegangan yang digunakan akhirnya membingungkan para terdidik sendiri.

Kalau zaman, duluh era tahun 40 yang belum didukung sarana dan pra sarana memadai, namun ketika menyebut nama sekolah Katolik, kebanyakan orang langsung mengenal bukan dari sekedar nama Katoliknya atau bangunannya, tapi langsung mengatakan wah...sekolah Katolik itu benar-benar bagus, terkenal disiplinya, para siswanya pinta dan kreative, dan kalau soal bahasa asing, ehmm hebat-hebat para siswanya. Namun sekarang kebanggaan kualitas pada dunia pendidikan Katolik yang didukung berbagai macam sarana dan pra sarana yang sangat memadai, justru sepertinya hanya tinggal sebuah nama...Kita kalah bersaing dalam segalanya...

Jika mau menjadikan lembaga pendidikan Katolik menjadi lembaga pendidikan yang berkualitas di tengah persaingan lembaga-lembaga pendidikan non Katolik yang terus membangun perkembangan, maka para pengelolah lembaga pendidikan Katolik tidak perlu menunggu lebih lama tapi mulai melakukan pembenahan diri mulai dari: Pertama; Manajemen pengelolaan lembaga pendidikan, Hilangkan komersialisasi pendidikan, hapus KKN di lingkungan pendidikan, sistem penyeleksian guru yang ketat diserta perhatian akan kesejahteraan para pendidik dan seluruh karyawan yang memadai serta menjadikan lembaga pendidikan Katolik sebagai lembaga KADERISASI, tidak sekedar menuntut para siswa memperoleh nilai yang tinggi, tapi membentuk kepribadian para siswa sebagai seorang KADER masa depan.

Lebih dari itu, pihak pengelolah lembaga pendidikan Katolik harus fokus pada beberapa bidang pendidikan yang menunjukan kualitas dan kekhasan sekolah tersebut. Sehingga ketika kita menyebut salah satu SD, SMP atau SMA dan SMK Katolik, orang langsung tahu bahwa SD, SMP, SMA dan SMK tersebut memiliki keunggulan khas misalnya di bidang bahasa asing atau Matematika atau Teknik Komputer yang tidak dimiliki oleh sekolah-sekolah lain non Katolik. Jika tidak, maka LEMBAGA PENDIDIKAN KATOLIK: TINGGAL SEBUAH NAMA. Terima kasih...hanya sebuah pemikiran...

Relung Renung di Pinggiran Jl. A. Yani

Lie Jelivan msf

No comments:

Post a Comment