Powered by Blogger.

Pages - Menu

Tuesday, September 18, 2012

PERSEKUTUAN DALAM PERBEDAAN YANG SALING MELENGKAPI

Pribahasa bijak Madagascar mengatakan; Aleo very ny tsikalam-kalam mbola toy izay very ny tsikalam-kalam phiavanana (Lebih baik kehilangan harta kekayaan dari pada kehilangan kekayaan). Ya
ng diperindah dalam sepenggal lagu Samy Malagasy (Sama-sama Malagsy); Kebersamaan, Saling mengasihi itu yang paling penting meski berbeda warna kulit, berbeda suku, berbeda kebiasaan namun kita tetap satu Malagsy. Pribahasa bijak dan senandung lagu yang sangat reflektif dan inspiratif tidak sekedar diungkapkan sebagai rangkai kata-kata indah, melainkan diterjemahkan dalam wujud kehidupan bersama, kekeluargaan yang terbuka saling memberi dan menerima.

Di Indonesia ada slogan klasik; “Bhineka Tunggal Ika” Berbeda-beda namun satu yang dibangun atas dasar pilar Pancasila. Namun slogan inipun masih jauh dari sebuah terjemahan dalam tindakan nyata yang menjadikan bukan menjadikan perbedaan sebagai persatuaan tetapi justru melihat perbedaan sebagai monster yang menggerogoti kemapanan sehingga lahir kekerasan demi kekerasan dari rahim yang menamakan diri Nasionalis dan agamawan.

Dalam Gereja Katolik kitapun mengakui persekutuan dalam Iman: Manusia dengan Allah, Manusia dengan manusia dan manusia dengan para kudus yang merupakan perwujudan konkret persekutuan Allah Tritunggal di dunia ini. Seperti Allah Tritunggal yang memainkan peran masing-masing namun saling memberi dan menerima atas dasar CINTA ILAHI, kitapun diharapkan untuk memainkan peran masing-masing sesuai dengan talenta dan kemampuan kita atas dasar CINTA ILAHI. Namun dalam kenyataan masih saja ada perpecahan karena beberapa anggota persekutuan “oknum” yang tidak mau bersekutu dan memainkan peran karena perbedaan suku dan status. Belum lagi semangat yang menganggap remeh orang lain, mau menang dan merasa paling hebat sendiri, merasa paling bisa melakukan segala sesuatu tanpa perlu bantuan orang lain. Di sisi lain ada yang “menyembunyikan” kemampuan dan talenta untuk kepentingannya sendiri tanpa mau berbagi, bahkan ada juga yang hanya menunggu. Munculnya ragam kelompok kategorial yang menjadi perwujudan konkret persatuan dan permainan peran dalam komunitas kecil yang diharapkan mampu menjadi pintu yang membuka diri menuju persatuan justru seringkali oleh segelintir orang menjadikannya sebagai kelompok tertutup dan menutup diri, bahkan tidak jarang malah menjadi ajang sentimen saling bergunjing dalam isu, kalau tidak ikut kelompok kami kalian belum Anak Allah, kelompok kami lebih bagus, jangan ikut kelompok yang di sana. Belum lagi, ada yang merasa mendapatkan karunia apapun yang diharapkan untuk menjadi nabi dan imam dalam Gereja yang menghadirkan karya keselamatan Allah di dunia ini justru dijadikan sebagai sarana komersialisasi demi memperkaya diri. Ada prinsip do ut des (memberi dengan pamri) dari karunia yang diterima secara cuma-cuma dari Allah di balik kata suci pelayanan.

Ragam karunia diberikan Allah secara gratis kepada kita umat kesayanganNya untuk menghadirkan KerjaanNya di tengah persekutuan iman di dalam dunia. Ragam karunia itu mengungkapkan Gereja Perantau “Gereja Peziarah” yang terbuka terhadap dan bagi semua orang untuk memainkan peran masing-masing demi membangun persekutuan Iman di dalam satu Gereja yang disebut Katolik. Tak ada yang merasa lebih dan kurang. Kekurangan satu anggota, menjadi kekurangan bersama. Kelebihan satu anggota menjadi kelebihan Gereja. Perbedaan Karunia adalah cara Allah memanggil kita untuk saling melengkapi satu sama lain sebagai satu Tubuh menuju persatuan dalam semangat persekutuan IMAN dan CINTA karena PERBEDAAN adalah Anugerah Allah juga untuk saling melengkapi (bdk. 1Kor 12:12-14.27-31a).

Jangan ada dusta di antara kita
Ziarah Bathin anak Tepian Mahakam
Lie Jelivan msf

No comments:

Post a Comment