Powered by Blogger.

Pages - Menu

Monday, September 10, 2012

MENDENGAR DENGAN IMAN, BERBICARA DENGAN HATI

Walaupun q ga bisa ngeliat kamu, tp, yg pnting km bisa ngeliat aku, dan q yakin km orgx baik.

Kata-kata ini kukutip secara harafiah dari status FB salah seorang sahabat Fbku (RV) yang memang sec
ara fisik, tidak bisa melihat (Buta). Inspiratif...meski secara fisik tidak mampu melihat, namun keyakinan mengatakan yang dilihatnya di balik kaca mata rebennya orangnya baik. Dalam permenunganku; secara Iman RV mampu melihat kebaikan dan kehadiran sesamanya dengan Iman.

Hal yang sama terjadi pada mereka yang tuli dan bisu. Secara fisik mereka memang “tersiksa” dengan cacat fisik pada pendengaran dan komunikasi, namun sering kita jumpai bahwa mereka yang mengalami cacat fisik pada pendengaran (tuli) dan komunikasi (bisu), kerap mampu mengungkap kebenaran-kebenaran kepada kita lewat semangat harapan dan daya juang serta keteguhan menjalani kehidupan ini dengan Percaya Diri. Dari pengalaman itu, Tuhan menunjukan kebesaran kuasaNya, bahwa ternyata yang tulipun bisa mendengar Kehendak Allah dengan Iman, yang bisu bisa mewartakan KehendakNya dengan Hati lewat tingkah laku dan perbuatan-perbuatan baik.

Mereka yang cacat pendengaran dan komunikasi, justru seringkali membuat kita yang normal dan sehat tercengang, kagum dan malu dengan kelebihan yang mereka tunjukan lewat SEMANGAT DAN HARAPAN HIDUP MEREKA (Yak 2:1-5). Mereka tidak pernah malu. Mereka tetap sukacita dalam Iman menjalani kehidupan ini: melalui diri dan hidup mereka Kehendak Allah terlaksana, nyata dalam hidup mereka. Mereka mau bergaul dengan siapa saja sebagai bagian dari pengalaman dicintai oleh Allah sendiri. Kita lebih kerap memilih-milih dalam berelasi atas alasan status sosial dan kedudukan. Kita seharusnya malu, karena rasa malu dengan rambut kriting, kita cari jalan perebondingan. Kita seharusnya malu, karena kita lebih kerap menjadikan telinga kita tuli untuk mendengarkan kebenaran dan kerap membuat mulut kita bisu untuk mewartakan dan menyerukan Kebenaran. Kita seharusnya malu, karena sudah memiliki segalanya: fisik yang sehat dan normal, namun secara iman kita cacat: tuli dan bisu karena rasa malu dijauhi oleh teman-teman karena “miskin” kita memaksakan diri untuk memiliki lebih seperti yang dimiliki tetangga, malu di katakan tidak cantik dan ganteng, kita bersafari dari salon ke salon untuk mempercantik dan memperganteng diri kita. Malu dikatakan “kuper”, kita memaksakan diri mengikuti mode meski menimbun utang demi memenuhi apa yang dikatakan orang lain dan bukan dikehendaki Tuhan. Relasi dengan sesama tidak didasarkan pada apa kata orang, atau apa yang dimiliki, tapi pada menjadikan hidup dan diri sebagai sarana berelasi dengan Tuhan yang memampukan untuk berelasi dengan sesama.

Menyadari kelemahan kita: yang tuli dan bisu dalam hal iman, maka baiklah kita memohon kepada Allah melalui Yesus PuteraNya agar disembuhkan dengan Sabda PenyembuhanNya; “Effata”! (Terbukalah), agar terbukalah telinga dan mulut iman kita sehingga mampu MENDENGAR DENGAN IMAN: mendengar yang dikehendaki Allah dan bukan yang dikatakan atau dikehendaki orang dan BERBICARA DENGAN HATI: berbicara dengan benar sehingga kita dapat membangun Relasi secara benar pula yaitu: agar Allah semakin dimuliakan dan bukannya memuliakan diri sendiri serta harta kekayaan kita (Mrk 7:31-37). Kita diajak untuk hidup secara Benar, Benar dalam mendengarkan yang lahir dalam semangat dan cara kita berelasi. Benar dalam berkata yang lahir dalam cara kita menyampaikan nasehat agar semua mengalami kesembuhan dan memuliakan Allah. Semoga kita Mendengar dengan Iman dan Berbicara dengan Hati agar kita mampu menjadikan segalanya baik seperti pada awal penciptaan Allah menjadikan semuanya baik mulai dari diri kita sendiri, keluarga dan masyarakat yang selama ini hidup dalam kebohongan dan ketidakbenaran karena masih membuat telinga kita tuli, membuat mata kita buta dan membuat mulut kita bisu.

Tak Selamanya Aku Cacat. Dibalik cacatku: Aku Kaya dalam Iman
Lie Jelivan msf

No comments:

Post a Comment