Powered by Blogger.

Pages - Menu

Monday, October 29, 2012

TIDAK SELAMANYA KATOLIK ITU “MENJAMIN” (Suara dari Sanggau)

19 Oktober sekitar jal. 23.30 wib, saya bersama kontingen OMK Keuskupan Agung Samarinda (KASRI) mendarat dengan selamat di bandara Supadio Pontianak setelah mengalami delay sekitar 3 jam di bandara Soekarno Hatta Jakarta dikarenakan ada pesawat Lion Air yang tergelincir di bandara Supadio Pontianak. Dari bandara kami disambut oleh panitia IYD 2012 Sanggau (Indonesian Youth Day) Pontianak dan langsung menuju Gedung pertemuan yang tidak jauh dari bandara Supadio sebagai tempat registrasi pertama dan pertemuan awal seluruh kontingen dari setiap keuskupan di Indonesia. Sekitar 30 menit melepaskan penat, bertemu dan registrasi dalam euforia darah dan semangat anak muda, perjalanan kembali kami lakukan menuju Sanggau dan selanjutnya menuju paroki Hati Kudus Yesus Rawak tempat kontingen OMK Kasri melaksanakan live in sebagai proses awal IYD. Perjalanan yang cukup melelahkan di tengah gulita dan ruas-ruas jalan yang rusak parah menjadi “santapan” rohani tersendiri buat kami kontingen OMK Kasri yang datang di IYD Sanggau dengan membawa tema; “Menyelamatkan Bumi, Hidup Hijau” sebagai langkah awal mengajak teman-teman OMK seluruh Indonesia sebagai 100 0/0 Katolik yang mewujud dalam kepedulian dan penyelamatan Lingkungan Hidup sebagai Indonesi 100 0/0. Perjalanan yang melelahkan menuai keprihatinan ketika mentari pagi menyapa sisi-sisi kehidupan kota Sanggau yang penuh ditumbuhi kelapa sawit. Pemandangan gundul membingkai tanah-tanah adat, dan rumput-rumput gersang menjadi pengganti rimbanya hutan Kalimantan berabad-abad silam. Perjalanan panjang diiringi letih yang membahagiakan di tengah duka alam, mengantarkan kami di pelataran Paroki Hati Kudus Yesus Rawak sekitar pkl. 11.00 wita siang. Setibanya di Rawak, kami disambut oleh dengan penuh cinta keakraban oleh umat, OMK Paroki Rawak dan para Pastor yang diawali dengan penyambutan secara adat yang dilanjutkan dengan santap siang bersama serta perkenalan. Pertemuan awal yang sangat membahagiakan karena keakraban langsung terbangun di antara kami OMK Kasri dan OMK Paroki Rawak serta Paroki Nanga Mahap. Keakraban kemudian kami lanjutkan pada malam harinya dalam doa rosario bersama umat di tiga kring (Kring Rawak Hulu, Kring Pasar dan Kring Rawak Hilir) yang menyambut kami dalam suasana keakraban penuh persaudaraan yang tak pernah terlupakan. Di ketiga kring setelah doa rosario ditemani minuman tuak khas Dayak Kalbar, kami berkisah tentang hidup sebagai masyarakat adat Dayak yang kini kedaulatannya semakin tergusur oleh perkebunan kelapa sawit berskala besar yang memecah belah orang Dayak dan merebut lahan serta tanah mereka atas nama uang dan kekuasaan. Keprihatinan lahir ketika suara-suara kisah itu berkata; kami tidak punya kekuatan menghadapi kekuatan dan kekuasaan kaum penguasa dan kapitalis yang nota bene adalah Katolik juga. Sukacita diselimuti keprihatinan kembali kami alami ketika berada di tuju stasi Paroki Rawak tempat kami melaksanakan live in. Masalah dan keprihatinan berhubungan dengan keserakahan penguasa dan pengusaha kepala sawit berskala besar yang menyerobot lahan masyarakat adat secara paksa, hingga masalah pendidikan dan diskriminasi HAM seperti di stasi Tebilang Mangkang yang merupakan kelompok masyarakat Adat Dayak harus menerima perlakuan diskriminatif karena PLN tidak masuk ke wilayah mereka meski tiang-tiang PLN sudah ada, namun ada syarat, pihak warga harus membayar biaya PLN kepada pihak perusahaan kelapa sawit. Kenyataan ini memperihatinkan karena terjadi perselingkuhan antara penguasa dengan perusahaan karena CSR yang sejatinya untuk masyarakat justru sebagai upeti bagi penguasa yang telah membangun konspirasi PLN bisa masuk ke wilayah Tebilang Mangkang kalau masyarakat bersedia membayar biaya PLN kepada pihak perusahaan. Belum lagi satu keprihatinan terobati, duka kembali kami jumpai ketika banyak hukum dan aturan adat semakin lama semakin hilang terbawa arus perkembangan zaman. Berhadapan dengan situasi duka di tengah masyarakat adat Dayak Kalbar yang kami jumpai di wilayah paroki Rawak, suara kami tak letih untuk menyampaikan pesan pertobatan; bangkit dan berjuang mempertahankan tanah adat, bangkit dan berjuang menghidupkan aturan dan hukum adat sabagi senjata menjaga dan melindungi hutan, tanah dan air menuju kelestariannya. Hingga di ruang pertemuan bupati kabupaten Sekadau yang disi oleh kontingen Kasri, Keuskupan Bandung dan Manado suara perlawanan dan pesan kepedulian kusampaikan pada bapak bupati Sekadau yang adalah seorang Katolik agar bersama Gereja dan masyarakat adat membangun konsolidasi penyelamatan kedaulatan masyarakat adat Dayak atas tanah, air dan hutan dengan mulai menghidupkan kembali hukum dan aturan adat dan menunjukan keberpihakan pada masyarakat adat. Berhadapan dengan kerpihatinan ini; aku ingat akan sebuah ajaran Katolik; “Di Luar Gereja Katolik, tidak keselamatan”. Betul dan benar ketika ajaran ini untuk memperkuat iman kekatolikan, tetapi ketika mewujud dalam tindakan nyata, bagaimana keselamatan yang hanya ada di dalam Gereja diperkosa oleh oknum-oknum penguasa Katolik yang berselingkuh dengan kapitalis untuk menghancurkan tata keselamatan di tengah masyarakat adat Dayak yang tidak lagi memiliki kedaulatan atas tanah, air dan hutan. Kenyataan keprihatinan yang kami alami dan temukan di tengah masyarakat adat Dayak Kalbar yang diperkosa oleh tangan-tangan tak beradab termasuk oknum penguasa Katolik menyadarkan saya; TIDAK SELAMANYA SEORANG PENGUASA YANG BERAGAMA KATOLIK MENJAMIN AKAN MENJADI PEMBAWA KESELAMATAN KETIKA UANG DAN KEKUASAAN MENJADI TUJUAN KEKUASANNYA... demikian sepenggal suara kami OMK Kasri dari Sanggau yang datang ke Sanggau dengan membawa tema Penyelamatan Bumi, Hidup Hijau. Salam Hijau dari Sanggau

No comments:

Post a Comment