Powered by Blogger.

Pages - Menu

Tuesday, October 2, 2012

PEREMPUAN ITU DI TERAS GEREJAKU

Di teras gerejaku duduk perempuan setengah baya, tertunduk dan membiarkan rambutnya yang terurai menutupi wajahnya. Hiruk pikuk anak-anak yang bermain di halam gereja seakan tidak dihiraukan. Ia diam dalam kesibukan fikirannya ditopang kedua tanganya yang menyangga dakunya sambil menutup roman wajahnya. Sementara butiran air matanya jatuh satu-satu membasahi teras gerejaku persis di depan tempat mendudukan raganya. Pakaiannya lusuh, tubuhnya kurus seakan sedang menyimpan segudang duka mengharu biru sukmanya. Sapaan setiap insan, kaumnya seakan tak didengarnya. Ia diam dalam bisu ditengah hiruk pikuk jalanan memecah keheningan jalan A. Yani alamat gerejaku. Aku kaget saat menatapnya ketika kuhendak mengambil motorku yang kuparkir di sudut gerejaku. Nurani seakan menegurku untuk bertamu padanya. Namun akalku seakan menundaku untuk tak menyapanya. Semakin akalku menggodaku, semakin kuat suara kalbuku mengajak dan menuntunku untuk mampir di hadapannya. Langkahku tak bisa kuhentikan, kidung dukanya seakan merasuk bilik jiwaku untuk mendatanginya. Kumatikan mesin motorku, kuletakan helm di atas jok motorku dan kumelangkah menjenguk ruang jiwanya yang sedang berkabung. Saat tepat di depannya, aku menyapa lembut; bu...bu.... Suara sapaku seakan menyapa kekosongan ruangan dan hanya gema suaraku yang kudengarkan. Kusapa lagi...bu...bu...aku pastor Kopong...Perlahan ia membua tanganya yang sejak tadi menutup rupanya kusut dan menganga auranya yang bengkak oleh tangisan dukanya di teras gerejaku. Ia lalu memandangku, meski riak-riak kecil tangisannya masih kudengar, suara sesenggukan menyesakan rongga dadanya masih menggema di ruang jiwanya. Ia memandangku sambil menyapa tanpa suara sukacita, lembut halus ditengah bising jalanan...iya...pastor...uangkapnya. Kubertanya padanya penuh empati, bu maukah kita bicara di ruang tamu pastoran? Dia memandangku dan mengganggukan kepala tanda setuju. Berdua berjalan menuju ruang tamu pastoran, dan kuambilkan segelas air putih kuberikan kepadanya untuk memberikan kekuatan atas dahaga jiwa yang letih oleh duka. Setelah kurasakan situasinya cukup tenang, kubertanya bu...mengapa ibu menangis dan sepertinya ibu sedang mengalami duka yang dalam. Iya pastor demikian jawabnya dalam isak. Perempuan di teras gerejaku yang kini sedang berhadapan roman denganku di ruang tamu pastoran berkisah dalam ratap pilu, pastor sudah dua kali aku dilecehkan oleh bapak mantuku sendiri, payudaraku diremas. Ketika kusampaikan kepada suamiku, suamiku tidak ada respon bahkan bersama keluarganya menunduh aku memfitnah. Beberapa kali aku ditelp oleh bapak mantuku untuk melakukan hubungan layaknya suami istri namun selalu kutolak, sayang hpku tidak bisa untuk merekam suarany sehingga aku tidak punya bukti kuat. Tertunduk malu bagai ditampar oleh ibuku sendiri yang hadir dalam litani duka perempuan di gerejaku itu. Malu atas kaumku yang memandang perempuan di gerejaku itu sebagai panggung melepaskan nafsu birahi dan tanpa pernah berpikir, rahim perempuan di teras gerejaku itu adalah kehidupan yang melahirkan kehidupan. Aku semakin sakit, ketika nada-nada tragedi di balik suara sendunya berkata; sudah dua hari ini aku tidur di toko tempat aku bekerja karena aku takut pulang diperlakukan tidak benar oleh bapak mantuku yang telah kuanggap sebagai bapakku sendiri. Kini aku datang di teras gerejaku ini, kutangisi diriku, kuratapi hidupku sambil berdoa, semoga tidak ada lagi noda menodai kaumku...tidak ada lagi tangan buaya yang mencakar penuh nafsu di tubuh kaumku. Lantaran tubuh kaumku adalah nyanyia pujian pada Sang Khalik seperti Magnificat sang Bunda Gereja. Perempuan itu di teras gerejaku...dalam sendu meratap duka menitipkan satu pesan; bertobatlah dan ukirlah bulan Rosario ini dengan meneladan Bunda Maria dan Santo Yoseph yang menghargai raga kaum perempuan sebagai kidung pujian bersama Kidung Maria pada Sang Pencipta. Setelah kuterima pesan, di teras gerejaku, perempuan itu menyampaikan salam pisah besok baru disambung lagi...Selamat Merenung.... Ketenangan Groto Gang Musafir Banjarbaru Berziarah bersama Bunda Maria, 03 Oktober 2012 Lie Jelivan msf

No comments:

Post a Comment